1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hongkong Setelah 15 Tahun

2 Juli 2012

Sarat dengan emosi, bendera Inggris The Union Jack diturunkan di Hongkong pada 1 Juli 1997. Hujan turun dan ketidakpastian mencekam. Namun airmata mengering dengan cepat.

https://p.dw.com/p/15OHD
HongkongFoto: Rainer Traube

Hongkong bukan sebuah kota yang berlama-lama menengok ke belakang. 15 tahun kemudian, wilayah bekas koloni Inggris itu lebih maju ketimbang sebelumnya. Hongkong jadi poros penting bagi perdagangan Cina yang sedang booming sekaligus sebagai pusat finansial global setaraf London dan New York.

Penduduknya bertambah, menjadi 7 juta jiwa. Standar hidup di sini termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. Dan yang tak diduga sebelumnya: otoritas di Beijing pada umumnya menepati janji. Hongkong masih tetap menikmati rumusan "Sebuah negeri dan dua sistem", misalnya terkait kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat serta pengadilan yang mandiri.

Nikmati Kebebasan

Hongkong memiliki kebebasan dalam ukuran tertentu. Selama orang bersikukuh, ia akan mendapatkannya, ujar penerbit Bao Pu. Ia menerbitkan buku-buku politik yang dilarang di Cina.

Kebebasan selalu terancam melalui sensor, ketakutan dan pengaruh dari daratan Cina. Tetapi selama orang tetap ulet untuk mencapainya, orang di Hongkong masih bisa merasakan kebebasan, tambah Bao Pu.

Peningkatan pengaruh Cina dalam media dan di jalanan memang terlihat jelas. Sekitar 30 juta turis dari daratan Cina mengunjungi Hongkong tahun lalu. Mereka datang tidak hanya untuk shopping.

27.02.2012 DW Global 3000 Hongkong
Hongkong

Perempuan dari Cina daratan melahirkan anaknya di klinik-klinik Hongkong. Orang-orang kaya dari Cina daratan membeli apartemen sebagai obyek spekulasi dan dengan begitu membuat harga properti meroket. 

Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di Cina menyebabkan orang-orang Hongkng semakin mengambil jarak. Menurut jajak pendapat, hanya sekitar 17 persen penduduk Hongkong menganggap dirinya sebagai "warga Cina". Jumlah ini merupakan yang terendah sejak 12 tahun. Semakin banyak orang yang melihat dirinya hanya sebagai warga Hongkong.

Mayoritas penduduk juga menginginkan pemilu umum dan bebas di kota itu. Hari Minggu (01/07), kepala pemerintahan baru, Leung Chun-ying akan mulai melaksanakan tugasnya. Ia ditunjuk oleh sebuah dewan yang setia kepada Beijing dan bukan oleh rakyat. Saat yang disebut pemilu itu berlangsung, telah terjadi aksi protes keras.

"Kami berjuang untuk kebebasan kami", kata seorang demonstran. "Pemerintah Cina hendak mengontrol pemilihan pemimpin pemerintahan Hongkong. Ini tidak bisa. Mereka mengatakan, kami bisa melaksanakan pemerintahan sendiri. Tetapi mereka tidak menepati janjinya," tambahnya.

Aberdeen Hafen Hongkong
Pelabuhan HongkongFoto: picture alliance/Arco Images GmbH

Janji pemilu bebas

Setidaknya,  Beijing telah berjanji bahwa pada pemilu berikutnya tahun 2017 seluruh rakyat diijinkan memilih pemimpin pemerintahan mereka. Namun belum jelas, apakah setiap orang yang menginginkannya, dapat mecalonkan diri.

Walaupun demikian, pakar ilmu politik Hongkong, Michael DeGolyer merasa optimis: "Tekanan reformasi di Cina sangat besar dan semakin meningkat, secara ekonomi dan politik. Tetapi seseorang harus mempeloporinya. Sistem Cina biasanya mengikuti contoh-contoh keberhasilan. Mula-mula dilakukan eksperimen, kemudian dampaknya diamati, Setelah itu keputusan diambil. Dan saya yakin bahwa Hongkong akan bertambah maju."

China Hongkong Panorama Rekordpreis für Luxus-Appartment
Panorama HongkongFoto: picture alliance/dpa

Presiden Cina, Hu Jintao dijadwalkan menghadiri pelantikan Leung Chun-ying hari Minggu (01/07). Sebuah demonstrasi besar-besaran juga sudah dicanangkan pada waktu bersamaan. Warga Hongkong akan kembali mengungkapkan kemarahan mereka terhadap kesenjangan sosial di kota itu dan kurangnya demokrasi. Tetapi ini bukan berarti bahwa mereka ingin kembali ke masa lalu. Hampir tak seorang pun mendambakan masa kolonialisasi Inggris.

Markus Rimmele/Christa Saloh-Foerster

Editor: Agus Setiawan