1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

HRW Cemaskan Rencana Pengusiran Migran Ilegal di Thailand

24 Februari 2010

Lebih dari satu juta pekerja migran di Thailand dituntut untuk melakukan registrasi hingga tanggal 28 Februari. Mereka diwajibkan melaporkan kebangsaannya serta memproses dokumen yang dipersyaratkan.

https://p.dw.com/p/MA6j
Simbol pekerja imigran gelapFoto: Bilderbox

Pemerintah di Bangkok mengancam mendeportasi para pekerja migran yang tidak memiliki dokumen resmi, jika tidak melaksanakan prosedur yang ditetapkan sesuai batasan waktu yang ditentukan.

Philip Robertson dari Human Rights Watch divisi Asia memprihatinkan problem lainnya yang dihadapi para pekerja migran itu, “Tapi masalah yang kami lihat bukan hanya ancaman deportasi, bagi yang tidak melakukan registrasi hingga akhir bulan ini. Melainkan pelanggaran hak asasi yang terus terjadi terhadap para pekerja migran serta impunitas dari para pejabat pemerintah atau tokoh sipil yang terlibat kasus pembunuhan.“

Dewasa ini terdapat antara dua sampai tiga juta pekerja migran di Thailand, kebanyakan berasal dari negara tetangga, seperti Myanmar, Laos dan Kamboja. Hanya sekitar 500.000 diantaranya memiliki dokumen resmi. Sisanya dikategorikan sebagai pekerja migran ilegal.

Kebanyakan para pekerja migran di Thailand bekerja sebagai buruh di proyek-proyek pembangunan, pariwisata dan sektor manufaktur. Laporan Human Rights Watch menyebutkan, para buruh migran ini ibaratnya merupakan sumber uang bagi aparat keamanan dan pejabat negara yang korup. Jika para pekerja migran tidak menyetorkan sejumlah uang suap yang diminta, mereka bisa ditangkap tanpa proses, dipukuli, dilecehkan secara seksual bahkan dibunuh. Petugas keamanan maupun pejabat sipil pelaku kejahatan semacam itu jarang mendapat konsekuensi hukum.

Direktur Human Rights Watch Asia, Brad Adams, mengatakan, para pekerja migran itu sebetulnya memberikan kontribusi cukup besar bagi ekonomi Thailand. Akan tetapi tidak mendapat perlindungan hukum yang selayaknya. “Para pekerja migran selama ini menjadi obyek pemerasan serta penyiksaan aparat keamanan dan aparat sipil yang korup," kata Adams menambahkan.

Menanggapi laporan pelanggaran hukum oleh aparat negara, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejajiva mengatakan, pemerintah tidak akan mengampuni kasus pelanggaran hak asasi oleh aparatnya. Pihak pemerintah Thailand juga menegaskan, ketentuan registrasi pekerja migran itu merupakan bagian dari kesepahaman yang ditandatangani dengan pemerintah di Myanmar, Laos dan Kamboja.

Sejauh ini tercatat sekitar 45.000 pekerja migran yang telah mendaftarkan diri untuk mengikuti proses legalisasi tersebut. Namun Human Rights Watch mengritik proses registrasi, yang disebutkan rumit, relatif mahal dan tidak realistis. Khususnya jika menyangkut pekerja migran dari Myanmar, yang mengalami represi ekonomi serta politik di negaranya dan kebanyakan datang ke Thailand secara ilegal.

AS/AP/dpa/afp