1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

IAEA Melaporkan Iran Terus Genjot Pengayaan Uranium

18 Agustus 2021

Badan Pengawas Atom PBB IAEA melaporkan, Iran memperkaya uranium hingga nyaris mendekati batas mutu laik senjata nuklir. Ini dinilai provokasi negara barat.

https://p.dw.com/p/3z6jD
Salah satu riam pemurnian berisikan klaster pemusing yang memisahkan uranium di pembangkit nuklir Natanz, Iran.
Salah satu riam pemurnian berisikan klaster pemusing yang memisahkan uranium di pembangkit nuklir Natanz, Iran.Foto: SalamPix/abaca/picture alliance

Laporan IAEA yang dirilis Selasa (17/8), menyebut tingkat kemurnian fisil yang mampu diproduksi di pembangkit nuklir Natanz mencapai 60 persen, dari yang tadinya hanya 20 persen. 

Padahal bulan April silam, situs tersebut menjadi sasaran sabotase terhadap instalasi listrik yang melumpuhkan salah satu riam pemurniannya. Iran menuduh Israel mendalangi serangan tersebut. Menurut IAEA, Iran sebagai reaksinya mempercepat pengayaan uranium dengan mengaktifkan riam kedua, lapor Reuters. 

Untuk memproduksi senjata nuklir, dibutuhkan kemurnian uranium sebesar 90 persen. Riam pemurnian menghubungkan rangkaian sentrifugal pemisah uranium menjadi sebuah klaster. Metode ini digunakan untuk mempercepat proses pengayaan.

Langkah Iran itu menambah panjang rangkaian pelanggaran terhadap Perjanjian Nuklir dari 2015. Dalam kesepakatan tersebut, Teheran bersedia membatasi tingkat pemurnian uranium pada kisaran di bawah empat persen, demi pelonggaran embargo. 

Dampak ledakan pada pembangkit nuklir, Natanz, Iran, (2/7).
Ledakan pada salah satu fasilitas nuklir di Natanz dikabarkan melumpuhkan salah satu riam pemurnian. Iran menuduh Israel bertanggungjawab. Foto: picture-alliance/Tampa Bay Times

Teheran berdalih Amerika Serikat terlebih dulu melanggar perjanjian, saat bekas Presiden Donald Trump kembali memberlakukan sanksi ekonomi. Kedua pihak saat ini sedang melanjutkan perundingan bersama Uni Eropa dan Rusia di Wina, Austria, dalam upaya menghidupkan kembali Perjanjian Nuklir 2015.

Namun AS mewanti-wanti, langkah provokasi Iran hanya akan semakin mengancam kelanjutan perundingan yang dibekukan sejak kemenangan kaum konservatif dalam pemilu Iran.

Nasib negosiasi nuklir

Iran menegaskan program nuklirnya adalah untuk keperluan damai, dan mengklaim telah berkoordinasi dengan IAEA perihal aktivitas pengayaan uranium. Teheran juga bersikeras program atomnya bisa kembali diredupkan sesuai Perjanjian Nuklir 2015 jika AS mencabut semua sanksi.

"Jika pihak lain kembali menaati kewajibannya di bawah kesepakatan nuklir, dan Washington mencabut sanksi sepihaknya yang ilegal, semua langkah mitigasi dan tindakan balasan dari Iran akan dihentikan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Saeed Khatibzadeh, kepada media pemerintah.

Senin (16/8), IAEA mengumumkan Iran telah memproduksi sebanyak 200 gram logam uranium dengan kemurnian 20%. Kementerian Luar Negeri AS meyakini Iran "tidak memliki kebutuhan yang kredibel untuk memproduksi logam uranium.” 

"Kami sudah memperjelas bahwa kelanjutan eskalasi nuklir yang melanggar batasan Perjanjian Nuklir 2015 merupakan tindakan yang tidak konstruktif dan inkosisten dengan sikap saling patuh," kata juru bicara Gedung Putih, Ned Price.

Iran berdalih logam uranium tersebut akan digunakan dalam reaktor uji coba untuk keperluan penelitian.

Sementara itu, Uni Eropa mengusulkan untuk kembali ke meja perundingan awal September mendatang. Desakan serupa dilayangkan Washington kepada pemerintahan baru Iran di bawah Presiden Ebrahim Raisi, Senin silam.

Raisi sebelumnya sudah menegaskan pihaknya hanya akan kembali berunding jika AS melonggarkan sanksinya terlebih dahulu.

rzn/hp (rtr,afp)