1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

280711 Europa Rechtspopulismus Norwegen

28 Juli 2011

Populis, radikal dan kadang rasistis. Partai-partai kanan radikal semakin populer di banyak negara Eropa. Serangan berdarah di Norwegia memicu diskusi, apakah perkembangan politik ini memupuk aksi-aksi teror semacam itu.

https://p.dw.com/p/125mI
Perbatasan di DenmarkFoto: picture-alliance/dpa

Mereka menentang Uni Eropa, membenci pendatang, terutama pemeluk agama Islam. Inilah pemersatu kaum ekstrim kanan di Eropa, meskipun ada sejumlah perbedaan dari negara ke negara. Di Perancis, Marine Le Pen dari Front Nasional berhasil membuat keberadaan partainya diakui. "Akibat kelemahannya, benua Eropa yang kaya ini terperosok hingga ke tepi jurang kehancuran.“

Marine Le Pen
Marine Le PenFoto: AP

Jajak pendapat menunjukkan dukungan meningkat bagi Marine Le Pen di Perancis. Mencari teman pun tidak susah tampaknya. Nyonya Le Pen memiliki hubungan baik dengan Lega Nord di Italia dan FPÖ di Austria. Kedua partai ini sudah bertahun-tahun menolak keberadaan warga asing dan berpolemik mengenai Eropa.

Kemudian di Hongaria. Pemilu tahun lalu menunjukkan pergeseran ke kanan. Partai Fidesz memerintah dengan duapertiga mayoritas dan mengubah konstitusi yang berlaku. Nasionalisme dipupuk, sementara undang-undang media yang diperketat menyebabkan semakin banyak jurnalis kritis yang tak bisa bekerja. Birgit Sippel politisi tingkat Eropa dari partai SPD mengecam politik yang disebutnya, berjalan mundur dan dibangun atas pembatasan kelompok.

Dikatakan Birgit Sippel, "Mereka berusaha membujuk kami, bahwa mereka merumuskan konstitusi yang sesuai dengan jiwa abad ke 21. Namun kembali pada keyakinan terhadap satu Tuhan yang Kristen, penekanan budaya bangsa yang berpijak sejarah Kristen, penekanan terhadap ciri khas Hongaria pada dasarnya bukan dan sulit disesuaikan dengan nilai-nilai Eropa, yang mengakui hak azasi setiap orang.“

Ungarn Wahlen Fidesz Viktor Orban
Foto: AP

Di Eropa utara, beberapa negara yang sebelumnya liberal kini beringsut ke kanan. Di Denmark, politik luar negeri sudah dipengaruhinya. Penjagaan perbatasan yang belum lama ini diberlakukan, terjadi atas desakan kaum populis ini. Dalam pemilu awal tahun ini di Finlandia, partai nasionalis „True Finns“ berhasil merebut suara yang tidak sedikit. Ketua partai itu, Timo Soini begitu populernya sehingga dalam sebuah talk-show, kehadirannya disambut dengan jingle khusus.

Keberhasilan Soini dicapai lewat sejumlah kalimat sederhana: Tolak uang untuk negara-negara bangkrut seperti Portugal, Tolak Perkawinan Sejenis, Tolak Imigrasi. Partai "True Finns" juga menolak tanggung jawab sebagai pemerintah, mereka memilih duduk di bangku oposisi dan turut mempengaruhi kebijakan politik dari situ.

Gambaran sama terlihat di Belanda. Pemerintah yang hanya mendapat dukungan minoritas, terpaksa berkoalisi dengan Geert Wilders agar bisa bertahan. Padahal Wilders secara terbuka menentang Qur'an dan Islam. "Saya harus berbicara, saat Belanda terancam oleh agama Islam“, begitu diserukan Wilders.

NO FLASH Rechtsextreme Neonazis Nazis Nationalsozialisten Rechte Deutschland Europa Extremisten
Foto: AP

Putusan pengadilan yang membebaskan Wilders, juga menegaskan haknya untuk bebas mengemukakan pendapat. Menurut sastrawan Belanda Hans-Maarten van den Brink, iklim masyarakat sudah berubah. Peraturan semakin ketat, toleransi terhadap pendatang sudah berkurang. Ketakutan terus menyulut perdebatan, dan kelompok yang paling lemah dijadikan kambing hitam. Di Eropa, kelompok terlemah adalah kaum pendatang asing.

Birgit Schmeitzner / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk