1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

110910 Pakistan Flutopfer

13 September 2010

Idul Fitri tahun ini dirayakan korban banjir Pakistan dengan penuh keprihatinan. Kegembiraan pada hari kemenangan setelah menjalankan puasa Ramadhan tidak bisa menutupi kesengsaraan akibat bencana banjir yang melanda.

https://p.dw.com/p/PAv2
Anak-anak di penampungan Nowshera mengantri untuk mendapatkan bantuan pada hari raya Idul FitriFoto: DW

Idul Fitri kali ini dirasakan lain oleh Bano, seorang pengungsi di Nowshera. "Kami mengenakan pakaian lama untuk lebaran kali ini. Bagaimana kita bisa bergembira jika rumah hancur?“

Sementara di sudut lain tampak seorang ibu bernama Tanya memangku bayinya yang baru lahir. "Ini putri saya, Fatima. Ia lahir di tempan penampungan di sini. Kami tinggal di sini di tenda nomor 4: putri saya ini, putra saya, mertua saya, suami dan saya sendiri. Sangat panas di sini. Tidak ada kipas angin. Dan nyamuk menggigit sepanjang malam.”

Banjir setinggi 4 meter melanda tiba-tiba. Warga tidak mempunyai waktu selain untuk menyelamtakan diri sendiri. Sekarang banjir telah mulai surut. Akan tetapi warga masih merasa tidak aman.

Sebelum bencana banjir, Faqir Gul bekerja sebagai pengemudi truk. Akan tetapi sekarang ia merasa khawatir untuk meninggalkan istri dan keluarganya sendiri di tenda penampungan di pinggir jalan. Penjarahan merajalela, bahkan rumahnya yang telah hancur masih juga dijarah.

Banyak korban banjir mengeluh, bantuan tidak dibagikan secara merata. Mereka yang kuat dapat pergi lebih awal ke tempat pembagian bantuan, sementara yang lainnya, yang datang terlambat, harus pulang dengan tangan kosong.

Enam minggu setelah banjir, semua hanya mengingkinkan satu hal, membangun kembali rumah mereka, juga Zulfiqar. Hanya saja ia hampir tidak memiliki harapan akan mendapatkan bantuan untuk membangun kembali rumahnya. “Memang telah dijanjikan segala macam, tapi saya tidak percaya. Sejauh ini kami tidak menerima sedikitpun. Saya serahkan semuanya ke tangan Tuhan. Kami hanya perlu bantuan untuk membangun rumah kami kembali. Tidak lebih dari itu.”

Sementara itu, di desa tetangga, Azza Khel, reruntuhan rumah terlihat di sana sini. Di Azza Khel inilah ribuan pengungsi Afghanistan telah menetap sejak hampir 30 tahun lalu. Sekarang mereka kembali harus mengungsi, kali ini akibat banjir. Sebetulnya mereka tidak diterima sepenuhnya di Pakistan. Dan PBB pun juga akan senang jika mereka kembali ke Afghanistan.

Akan tetapi ini tidak mungkin, diceritakan Ahsanullah, seorang pengungsi Afghanistan. "Di sana kami tidak memiliki tanah lagi. 200 orang yang berasal dari desa kami kembali ke sana dan tinggal di penampungan sementara. Akan tetapi mereka diserang penduduk desa setempat. Mereka harus kembali melarikan diri. Sekatrang tidak seorangpun dari kami yang berani pergi ke sana.“

Mereka yang paling lemah lah yang paling menderita akibat bencana banjir Pakistan: perempuan, anak-anak serta kelompok minoritas. Dan penderitaan ini, semakin berat mereka rasakan terutama pada hari raya Idul Fitri ini.

Thomas Baerthlein/Yuniman Farid

Editor: Ayu Purwaningsih