1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bilanz IWF Weltbank

27 April 2010

Pertemuan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia di Washington berakhir tanpa keputusan mendasar. Diskusi kali ini berkisar soal bantuan terhadap Yunani dan reformasi sistem perbankan setelah krisis keuangan.

https://p.dw.com/p/N72K
Dominique Strauss KahnFoto: picture alliance / dpa

Dua tema mendominasi pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional IMF dan Bank Dunia di Washington kali ini. Untuk pertama kalinya Yunani meminta bantuan dari negara-negara Eropa karena kesulitan membayar hutangnya. Yunani juga meminta bantuan kepada IMF. Tema lainnya adalah bagaimana mengawasi sektor keuangan dan perbankan agar tidak terjadi lagi krisis global yang mengguncang perekonomian dunia. Lalu bagaimana sektor perbankan juga bisa dilibatkan dalam biaya penanggulangan krisis semacam itu.

Direktur IMF Dominique Strauss Kahn terlihat berupaya keras menenangkan pihak Yunani untuk menerima bantuan dari IMF. Banyak kalangan di Yunani khawatir, sebab kredit dari IMF biasanya diberikan dengan persyaratan ketat untuk melakukan penghematan dan swastanisasi.

Hari Sabtu (24/04), Strauss Kahn menerangkan di Washington, tidak ada yang perlu ditakuti dari IMF. Lembaga itu hanya bermaksud menolong. Namun IMF tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang perundingan yang sedang berjalan dengan pemerintah Yunani. Tapi beberapa hal sudah jelas. Yunani harus menerapkan sistem penghematan yang ketat dan memangkas sektor pelayanan publik yang terlalu besar dan boros.

Selain itu, Yunani harus menerapkan sistem pajak yang lebih efisien. Hal ini memang harus dilakukan. Sebab jika tidak, bantuan senilai 30 miliar Euro yang dijanjikan negara-negara Eropa tidak banyak artinya. Demikian juga bantuan 15 miliar Euro yang dijanjikan oleh Dana Moneter Internasional IMF. Paling lambat dalam satu tahun, Yunani bakal kehabisan uang lagi.

Bagi para politisi Eropa, campur tangan IMF di sebuah negara pengguna mata uang Euro memang tidak menyenangkan. Mereka khawatir, Amerika Serikat yang punya pengaruh besar di IMF akan terlalu banyak campur tangan. Tapi kekhawatiran ini terlalu berlebihan. IMF adalah lembaga PBB, dan semua anggota punya hak untuk meminta bantuan, jika mereka mengalami kesulitan. Selain itu, IMF punya banyak pengalaman, terutama dalam mekanisme reformasi ekonomi. Pengalaman ini tidak dimiliki negara-negara di kawasan mata uang Euro.

Satu hal jelas, krisis hutang Yunani akhirnya memperkuat posisi dan otoritas direktur IMF Dominique Strauss Kahn. Tapi ini hanya berlaku dalam kasus hutang Yunani. Dalam bidang lain, IMF tidak punya posisi kuat. Strauss-Kahn sejak lama menuntut agar bank-bank diwajibkan membayar iuran khusus, agar sektor perbankan juga berpartisipasi dalam biaya penanggulangan krisis.

Usulan itu sekarang jadi bahan perdebatan. Jerman, Perancis, Amerika Serikat dan Inggris setuju dengan gagasan itu, sedangkan Kanada, Jepang, India dan Australia menolaknya. Semua pihak punya argumen baik untuk posisinya. Ada negara yang harus menyelamatkan sektor perbankan dari kebangkrutan dengan dana miliaran dari pemasukan pajak. Ada negara yang tidak perlu melakukan itu. Ada negara yang memberlakukan sanksi terhadap bank-bank dan berhasil mendapat lagi sebagian dana yang digunakan untuk penyelamatan perbankan. Lalu ada negara seperti Jerman yang mengusulkan agar dibentuk sebuah kas khusus untuk mencegah terjadinya krisis keuangan dalam skala luas di masa depan.

Pertemuan IMF dan Bank Dunia di Washington tidak mengambil keputusan apa-apa tentang iuran khusus perbankan. Bahkan kata iuran khusus sama sekali tidak disebut dalam deklarasi akhir. Tema itu akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan G-20 di Kanada bulan Juni mendatang, kalau temanya masih aktual. Karena sekarang, sektor perbankan mulai mencatat keuntungan besar lagi seperti pada masa sebelum krisis.

Jadi akan makin sulit meyakinkan publik, bahwa para manajer bank dan pialang pasar uang harus diawasi lebih ketat dan dilibatkan dalam resiko ekonomi. Para pialang pasar uang sekarang bertindak seakan-akan tidak pernah terjadi krisis. Bagi pemerintahan negara-negara G-20, yang dimasa krisis muncul sebagai penyelamat, inilah tantangan yang sebenarnya.

Rolf Wenkel/Hendra Pasuhuk

Editor: Agus Setiawan