1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Impikan Seperti Eropa, ASEAN Bentuk Blok Ekonomi

31 Desember 2015

Tahun 2016 Asia Tenggara menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN, sebuah pasar bebas layaknya Uni Eropa. Tapi analis pasar ragu proyek besar ini akan berhasil. Terutama Indonesia diyakini akan merugi

https://p.dw.com/p/1HWYb
Myanmar Asean-Gipfel in Naypyidaw eröffnet Flaggen
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rahim

Negara-negara di Asia Tenggara secara resmi memperkenalkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sebuah blok ekonomi yang meniru Uni Eropa. Kesepuluh negara anggota menyambut MEA sebagai sebuah "lompatan" untuk menyelaraskan perekonomian regional yang kaya sumber daya dan potensi pasar domestik dengan lebih dari 600 juta konsumen.

Visi MEA tidak berbeda dengan Eropa, yakni membentuk sebuah pasar raksasa dengan perdagangan bebas, kemudahan investasi dan kebebasan arus masuk buat tenaga kerja terdidik. Selain itu MEA juga diharapkan mampu memperkuat daya saing regional terhadap raksasa di kawasan seperti Cina.

Blok baru ini "akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi regional dan menciptakan peluang pembangunan buat semua," ujar Vivian Balakrishnan, Menteri Luar Negeri Singapura.

Namun begitu pakar keuangan meyakini gagasan tersebut akan sulit diimplementasikan. Pasalnya setiap negara anggota memiliki pertumbuhan yang berbeda di bidang pembangunan, demokrasi dan kapabilitas institusi.

Infografik Chinas neue Seidenstraße Englisch
Cina merencanakan jalur sutra lewat laut yang melewati Asia Tenggara untuk memperkuat perdagangannya dengan negara-negara ASEAN dan Asia Selatan.

Banyak kendala

Lembaga penelitian Capital Economics bahkan menilai MEA "tidak akan membawa perubahan" dan diyakini akan cepat luntur lantaran rintangan dagang yang masih tinggi dan kondisi infrastruktur yang belum memadai.

"ASEAN yang punya tradisi untuk tidak mengintervensi kebijakan dalam negeri negara anggota, ketiadaan hukuman dan penalti untuk pelanggaran dan minimnya birokrasi pusat yang kuat, tidak akan mampu menghadapi tantangan tersebut," tulis lembaga yang bermarkas London, Inggris tersebut.

Pengamat ekonomi dan bisnis juga meragukan kesiapan Indonesia menyambut pasar bebas tersebut. Pakar ekonomi dari HSBC Global Research Joseph Incalcaterra menilai sektor jasa Indonesia masih banyak tertinggal. Dampaknya Indonesia tidak akan mendapat banyak keuntungan.

"Integrasi jasa perdagangan akan lebih menguntungkan Singapura karena memiliki penetrasi terbesar di bidang keuangan dan asuransi yang kemudian diikuti dengan Filipina dan Malaysia," ujarnya kepada CNBC.

Namun begitu MEA dinyatakan tidak akan gegabah "memaksakan perubahan cepat, melainkan proses bertahap," untuk mengintegrasikan perekonomian Asia Tenggara, ujar John Pang, analis keuangan dari Singapura.

rzn/as (afp.ap)