1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Indonesia Berpeluang Raih Investasi di Tengah Perang Dagang

18 Juli 2019

Di tengah perang dagang yang berlarut-larut antara Amerika Serikat dan Cina, para pengamat beranggapan negara-negara Asia seperti Indonesia dan Filipina masih sangat menguntungkan untuk berinvestasi.

https://p.dw.com/p/3MEoW
Perang dangan AS-Cina
Perang dagang AS-Cina bisa untungkan IndonesiaFoto: Getty Images/AFP/G. Baker

Akibat perang dagang itu, banyak investor mencari negara lain yang dinilai lebih memiliki daya tahan konflik untuk menginvestasikan uang mereka guna menghindari pengenaan tarif impor yang diberlakukan timbal balik oleh Cina dan AS.

Kepala ekuitas untuk wilayah Asia-Jepang dari Janus Henderson Investors, Andrew Gillan, mengatakan dia melihat beberapa negara di Asia Tenggara dapat memperoleh manfaat dari perang dagang ini.

Secara khusus, ia merekomendasikan pasar seperti Filipina dan Indonesia, yang ia gambarkan sebagai "agak tidak disukai namun (ekonominya) masih tumbuh pada tingkat yang sangat tinggi."

Gillan merujuk pada indeks komposit harga saham di Filipina dan Indonesia yang naik lebih dari 10 dan 3 persen dalam satu tahun ini.

"Kami menyukai pasar-pasar itu," katanya kepada "Street Signs" CNBC, Rabu (17/07). "Kami mempertahankan posisi di Filipina selama beberapa tahun terakhir."

Gillan juga merujuk sektor keuangan di Indonesia, di mana pasarnya saham "selama dekade terakhir menghasilkan pertumbuhan struktural jangka panjang dan menunjukkan ... tingginya tingkat pengembalian ekuitas."

Selain itu ia juga berpendapat para investor sebaiknya menjauhi pasar-pasar di wilayah utara Asia seperti Cina, Korea Selatan dan Taiwan, meski kedua negara terakhir itu memegang posisi penting dalam suplai rantai produk teknologi.

BI pangkas suku bunga acuan

Bank Indonesia (BI) akhirnya menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps). Hal ini sebagai respon atas kebijakan AS yang melonggarkan beberapa kebijakan finansialnya.

"Rapat BI pada 17 dan 18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7 days repo rate sebesar 25 bps menjadi 5,75%" ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (18/07).

"Kebijakan tersebut sejalan dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi dan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi," kata Perry.

Jakartas Containerhafen Tanjung Priok
Indonesia meningkatkan volume ekspor dan memperluas pasar seperti ke Australia, Chili, Argentina, dan Uni Eropa.Foto: AFP/Getty Images/B. Ismoyo

Keputusan ini menyusul langkah beberapa negara Asia lainnya yang memangkas biaya pinjaman untuk meningkatkan investasi. Sebagai informasi Bank of Korea juga telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada hari yang sama karena berlanjutnya penurunan ekspor negara itu.

Kali terakhir Bank Indonesia memangkas suku bunga acuannya adalah tahun 2017, dengan harapan bisa memacu belanja dan pertumbuhan. Namun pertumbuhan ekonomi masih juga berjuang di kisaran lima persen.

Strategi untuk kurangi risiko

Pemerintah Indonesia juga telah menerapkan berbagai strategi untuk meminimalkan risiko dan mengambil keuntungan dari situasi global ini. Hal pertama yang dilakukan adalah mengingkatkan volume ekspor dan memperluas pasar seperti ke Australia, Chili, Argentina, dan Uni Eropa.

Kedua, mengambil keuntungan dari adanya relokasi investasi besar-besaran dari Cina dan ekspansi pabrik yang juga menghindari wilayah Cina. Sebuah laporan yang dirilis oleh ASEAN+3 Macroekonomic Research Office (AMRO) pada Mei 2019 mengatakan negara-negara di Asia Tenggara telah menjadi tujuan utama untuk relokasi dari Cina.

Tetapi untuk bisa meraih peluang ini Indonesia harus dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya dan menciptakan iklim investasi yang kondusif guna menarik lebih banyak investor. 

ae/hp (cnbc, bloomberg, the interpreter)