1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia Memimpin Pertemuan Informal Pertentangan dalam Konferensi Iklim

15 Desember 2009

Indonesia dan Jerman diminta memimpin pertemuan informal untuk menengahi kemelut pertentangan yang terjadi dalam Konferensi Iklim yang berlangsung di Kopenhagen, Denmark.

https://p.dw.com/p/L3Ac
Juru bicara negara berkembang dalam konferensi iklim Lumumba Stanislaus Di-ApingFoto: AP

Perwakilan lembaga pemerhati lingkungan WWF, Fitrian Ardiansyah yang mengikuti Konferensi Iklim di Kopenhagen menuturkan Indonesia diminta menengahi pertentangan dalam perseteruan yang mewarnai konferensi iklim.

Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar diminta untuk membantu pimpinan persidangan Menteri Lingkungan Denmark Connie Hedegaard menjadi fasilitator pertemuan informal bersama menteri lingkungan Jerman Norbert Röttgen: „Pak Rachmat Witoelar membantu memfasilitasi tercapainya kesepakatan dalam pengurangan emisi .besar-besaran, karena sampai sekarang target negara-negara maju masih belum tertera di atas kertas. Pak Rachmat akan bertindak sebagai penengah membantu presiden persidangan iklim saat ini. Selain itu yang akan menarik bagaimana target itu akan diikuti angka lain yaitu pendanaan negara maju untuk negara berkembang. Memang ini ada kaitannya.“

Negara-negara berkembang yang dimotori negara-negara Afrika, didukung China dan India sebelumnya, sempat meminta perundinagn dihentikan dan mendesak agar negara-negara kaya melanjutkan Protokol Kyoto yang masih berlaku. Protokol Kyoto yang masih berlaku sampai 2012 itu membatasi emisi gas karbon negara-negara industri. Paling sedikit 5,2% di bawah emisi tahun 1990. Delegasi dari negara-negara berkembang menuntut jaminan agar perjanjian itu tetap berlaku bagi negara industri, sebelum tercapai konsensus untuk menggantikannya. Sedangkan negara-negara industri menuntut agar negara berkembang juga dilibatkan dalam kewajiban pengurangan emisi gas rumah kaca. Kemelut itu sempat menghentikan jalannya perundingan hari Senin, namun hari Selasa kemarin mereka kembali melanjutkan perundingan, walau masih belum ada titik temu.

Selain mendesak agar negara-negara maju tidak membunuh Protokol Kyoto, negara-negara berkembang juga mendesak agar negara-negara maju mendanai penanggulangan emisi gas rumah kaca di negara-negara berkembang. Jumlah pendanaan sebesar 10 milyar dollar AS pertahun menurut penelitian-penelitian iklim, masih jauh dari cukup. Fitrian dari WWF mengungkapkan dana yang disediakan menurut penelitian itu seharusnya mencapai 160 milyar pertahun: „sangat..sangat jauh, masih belum bisa mendekati keinginan dan kebutuhan negara-negara dalam pengurangan emisi.“

Sementara itu di luar arena konferensi iklim, aksi demonstrasi terus berlangsung. Beberapa kelompok memblokade beberapa titik di ibukota Denmark. Polisi menindak demonstran dengan gas air mata dan meriam air. Lebih dari 100 orang ditangkap.

Hari ini para menteri lingkungan hidup akan mengadakan perundingan resmi tentang kesepakatan iklim baru, di mana akan dibahas pencantuman persetujuan mengikat tentang pengurangan emisi gas rumah kaca.

Ayu Purwaningsih

Editor : Hendra Pasuhuk