1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

LIPI Buat Studi Tandingan Soal Limbah Plastik di Laut

26 Februari 2018

LIPI berniat menguji kebenaran ilmiah di balik julukan Indonesia sebagai sumber polusi plastik di laut terbesar kedua di dunia. Kepada DW, Dr. Dirhamsyah menguraikan kenapa studinya bisa memulihkan nama baik Indonesia

https://p.dw.com/p/2tM1k
Global Ideas Plastikmüll in den Weltmeeren
Foto: picture-alliance/Photoshot

Indonesia mulai terganggu dengan julukan sebagai sumber sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia.

Tahun 2015 silam sekelompok ilmuwan AS memublikasikan hasil penelitian di jurnal ilmiah Science yang mengungkap kawasan laut di Asia Pasifik tercemar oleh 11 trilyun pecahan sampah plastik. Dengan melakukan kajian statistik dan meneliti kondisi terumbu karang di 150 lokasi di Indonesia, Thailand, Myanmar dan Australia selama tiga tahun, ilmuwan menemukan pencemaran di Indonesia termasuk yang paling parah.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Jenna R. Jambeck, Asisten Guru Besar di jurusan Teknik Lingkungan di Universitas Georgia, AS, itu juga memperkirakan saban tahun Indonesia membuang 3,2 juta ton limbah plastik ke laut.

Kini Direktur Pusat Penelitian Oseanografi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Dirhamsyah, ingin menguji kebenaran studi tersebut dengan membuat penelitian tandingan. Dalam wawancara bersama DW ia mengklaim selain lebih akurat, studinya bisa memulihkan nama baik Indonesia di mata dunia.

Berikut kutipannya

Pari Bali Mengais Makan di Lautan Plastik

DW: Sebenarnya seberapa penting menguji kebenaran hasil studi yang dimuat di Journal of Science bahwa Indonesia sumber polusi plastik di laut terbesar kedua di dunia?

Dr. Dirhamsyah: Ya sebenarnya tidak terlalu penting. Tapi ini masalah nama baik Indonesia di forum-forum dunia, terutama di forum konservasi. Di sana kita selalu diserang sebagai kontributor terbesar dalam konteks pencemaran laut. Karena kita kan sama-sama tahu limbah plastik dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut. Bukan hanya laut di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

Apa keberatan anda terhadap studi yang dibuat ilmuwan Amerika Serikat tahun 2015 itu?

Mereka melakukan kajian bukan berdasarkan fakta berupa jumlah sampah di laut, tetapi data statistik di daratan. Mereka misalnya mengevaluasi berapa sih jumlah sampah di DKI Jakarta per tahun. Terus dia hitung 80%-nya dibuang ke laut. Itu hanya perkiraan saja. Kenyataannya kan tidak begitu. Jadi pertanyaan kami apakah semua sampah itu secara otomatis sampah plastik? Dan ini menyisakan banyak pertanyaan kita juga.

Jadi anda meragukan keakuratan studi tersebut?

Ya benar. Tapi dari konteks bahaya kita sangat sepakat bahwa limbah plastik di laut harus diperangi.

Baca: Soal Plastik di Laut, Indonesia Terancam Digugat di Mahkamah Internasional

Lantas kenapa studi yang anda buat akan lebih akurat ketimbang penelitian ilmuwan AS?

Dari segi ilmiah, kajian statistik yang mereka gunakan sah-sah saja. Cuma kami ingin langsung melakukan penelitian riil di lapangan. Berapa sih jumlah volume sampah yang terdampar di laut? Oleh karena itu kami membangun jejaring dengan sesama peneliti dan dosen dari berbagai universitas di Indonesia. Jumlahnya sekitar 20an titik yang akan kita pantau. Untuk itu kami melakukan pelatihan kepada teman-teman mahasiswa dan dosen tentang bagaimana mengambil data yang benar. Memang kita tidak bisa mengatakan akan memantau seluruhnya. Tapi kami mengambil sampel dari beberapa kawasan di Indonesia.

Kawasan pesisir saat ini banyak terbebani oleh lonjakan jumlah penduduk. Sebenarnya bagaimana situasi pengelolaan sampah secara umum di Indonesia?

Masalah manajemen sampah di Indonesia itu sangat bergantung kepada pemerintah daerah setempat. Contohnya sungai-sungai yang melalui Jakarta itu sekarang relatif bersih. Secara berkala pemda DKI mengambil sampah dari sungai. Otomatis kalau sungainya bersih, kan lautnya juga bersih. Jadi anggapan rekan peneliti di AS bahwa sekian puluh persen sampah masuk ke laut itu bisa diterima selama dalam konteks manajemen sampah yang jeblok. Dan sekarang manajemennya perlahan sudah mulai diperbaiki. Memang belum banyak yang bisa meniru cara kerja teman-teman di Pemda DKI. Tapi minimal hasil penelitian kami bisa menjadi pegangan buat pemerintah daerah. Kami juga berharap melalui penelitian ini kita bisa mencari tahu sumber sampahnya dari mana.

Jadi sebenarnya studi anda lebih berupa melengkapi hasil studi yang sudah dibuat sebelumnya?

Iya. Tapi sisi lain juga memperbaiki estimasi jumlah sampah. Kami juga bisa mencoba membandingkan dengan jumlah sampah yang dihitung oleh rekan-rekan peneliti di negara lain untuk menjawab berapa banyak sampah yang masuk dan terdampar di laut Indonesia.

Anda meyakini metode yang anda gunakan akan mengurangi estimasi jumlah sampah plastik yang dibuang penduduk Indonesia per tahun?

Tidak ada hubungannya. Tapi minimal hasil studi ini bisa mencerahkan penduduk dan pengambil keputusan di Indonesia dan di luar, bahwa situasinya mungkin tidak terlalu mengkhawatirkan seperti yang digambarkan dalam penelitian tersebut. Mungkin kalau anda membaca lebih detail penelitian rekan-rekan di Universitas Hassanuddin, hasilnya sangat mengkhawatirkan sekali bahwa plastik mikro sudah masuk sampai ke lambung ikan. Coba bayangkan kalau hasil studi ini menjadi dasar kategorisasi, bahwa ikan-ikan Indonesia sudah tercemar, maka berapa banyak nelayan yang akan merugi. Oleh karena itu mulai tahun ini sampai 2019 kami akan melakukan kajian plastik mikro melalui darah ikan. Kenapa? Karena yang paling mengkhawatirkan adalah kalau plastik mikro itu sudah masuk ke daging ikan. Itu yang berbahaya. Harapannya pada akhir 2019 kita bisa memastikan apakah ikan-ikan kita benar-benar mengandung plastik mikro, karena mungkin harus ada langkah-langkah signifikan dari pemerintah. Jadi penelitian kami bersifat multi dimensi, selain juga masalah nama baik Indonesia.  

Wawancara oleh Rizki Nugraha