1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Cabut Ijin Sejumlah Pemancar TV Arab

29 April 2013

Pemerintah Irak mencabut ijin sepuluh stasiun pemancar TV Arab lewat satelit, termasuk Al-Jazeera dengan tuduhan menyebarkan informasi salah mengenai kerusuhan di Irak baru-baru ini.

https://p.dw.com/p/18Opk
A Qatari employee of Al Jazeera Arabic language TV news channel passes by the logo of Al Jazeera in Doha, Qatar, Wednesday Nov. 1, 2006. The English language offshoot of Qatar based pan-Arab television news channel Al Jazeera said on Tuesday it will start broadcasting on November 15, 2006. (AP Photo/Kamran Jebreili)
Katar Al Dschasira Logo FernsehenFoto: AP

CMC, otoritas pengawasan komunikasi dan media di Irak mengumumkan di Baghdad bahwa sepuluh pemancar Arab tidak boleh bekerja di Irak akibat laporannya mengenai kerusuhan di negeri itu. Untuk sementara, lisensi penayangan dicabut.

Di antara pemancar yang lisensinya dicabut adalah stasiun televisi Irak "Baghdad" dan "Al-Sharqiya" yang pro-Sunni dan kerap mengkritik secara terbuka pemerintah di Baghdad yang didominasi kaum Syiah.

Yang juga terkena pembatasan kebebasan pers di Irak ini antara lain, pemancar TV Al Jazeera dari Qatar yang Sunni dan yang merupakan stasiun TV berita terpenting di dunia Arab. Hingga saat ini, tak satu pun dari stasiun terkait bersedia mengomentari pencabutan ijin tersebut.

Pemerintah di Bagdad menuding stasiun-stasiun TV ini memberikan informasi yang salah mengenai situasi di Irak yang membuat meruncingnya keadaan dan memecahbelah negeri itu.

Dinas pengawasan media CMC Juni 2012, telah membredel 44 kantor media di Irak, di antaranya BBC dan Voice of America, namun kedua pemancar ini dapat terus menayangkan programnya dari luar negeri.

Korban konflik sektarian

Perebutan kekuasaan antara pendukung kelompok Sunni dan Syiah memang terjadi di Irak sejak lama. Sejak berbulan-bulan kaum Sunni berdemonstrasi menentang pemerintahan di bawah pimpinan perdana menteri Nuri al-Maliki yang Syiah. Mereka menuntut pengunduran diri al-Maliki.

Bild 1: Iraqi journalists shout slogans and carry banners during a rally in Al-Mutanabi Street in Baghdad, Iraq on 14 August 2009. The journalists protest over what they say are dangerous threats by a top Shiite political leader in a war of words over a deadly bank heist in the capital. Jalal Eddin Saghir, a leader of the formerly Iran-based Supreme Iraqi Islamic Council, is accused of making violent threats against journalist Ahmad Abdel Hussein during a Friday sermon over an article in the state-run Al-Sabah newspaper alleging SIIC links to the 28 July raid in central Baghdad, in which eight guards were killed and 3.8 million dollars were stolen. EPA/ALI ABBAS +++(c) dpa - Report+++
Demonstrasi di Baghdad bagi kebebasan pers di IrakFoto: Picture-Alliance/dpa

Kamis lalu (25/4) al-Maliki memperingatkan akan kembalinya perang saudara. Dia menyerukan warga untuk tidak berpangku tangan saja melihat provokasi kekerasan baru antarsektarian.

Konflik sektarian belakangan ini terus meruncing. Pekan lalu negara ini diguncang gelombang kekerasan yang menelan korban jiwa lebih dari 170 orang.

Pertempuran hebat antara lain terjadi di kota Fallujah, di barat Baghdad. Di dekat Kirkuk di utara Irak sedikitnya 55 orang tewas dan sekitar 150 luka-luka setelah militer menyerbu ke kubu demonstran di enklave Sunni, Al-Howaija.

CSF/AS (dpa,rtr)