1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Iran Kecam Keras Dukungan AS Kepada Demonstran

18 November 2019

Kenaikan harga BBM telah memicu protes keras di seluruh Iran yang didukung AS. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan dukungan AS terhadap para demonstran tidak berasal dari simpati yang tulus.

https://p.dw.com/p/3TD6D
Iran l Proteste nach Benzinpreiserhöhung
Foto: IRNA

Iran mengecam keras langkah Amerika Serikat yang dinilai memberi dukungan bagi para "perusuh" dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Minggu (17/11) malam waktu setempat. Protes berlangsung selama dua hari di republik Islam itu menyusul kenaikan harga bahan bakar.

Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan bahwa pihaknya bereaksi terhadap "pernyataan dukungan dari Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo terhadap sekelompok perusuh di beberapa kota di Iran dan mengecam keras dukungan dan kata-kata yang mengintervensi."

Lebih dari 1.000 orang ditangkap setelah protes di Iran yang menyebabkan sekitar 100 bank dibakar, demikian laporan kata kantor berita Iran, Fars. Setidaknya dua orang tewas dalam kerusuhan pada hari Minggu (17/11). Jumlah pasti korban jiwa secara keseluruhan masih belum jelas.

Kantor berita Fars, yang dikenal dekat dengan Pengawal Revolusi Iran, mengatakan bahwa sekitar 87.000 orang telah melakukan protes di Teheran dan di berbagai kota lain.

Dalam sebuah cuitan di media sosial Twitter tweet pada Sabtu (16/11), Menteri Luar Negeri AS Pompeo mengatakan bahwa "Amerika Serikat bersamamu." 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi mengecam komentar ini. "Orang-orang bermartabat di Iran tahu betul bahwa pernyataan munafik seperti itu tidak berisi simpati yang tulus," demikian ujar Mousavi seperi dikutip dari pernyataan tersebut. "Tindakan kelompok perusuh dan pelaku sabotase yang didukung oleh orang seperti itu (Pompeo) tidak sesuai dengan perilaku orang-orang Iran yang bijak," ujar Mousavi.

Pernyataannya juga mengecam "niat buruk" Washington atas keputusan mereka memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran setelah penarikan diri AS dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.

Kerusuhan terjadi tidak lama setelah pemerintah mengumumkan akan menaikkan harga bahan bakar lebih dari 50 persen pada hari Jumat (15/11). Meski harga bahan bakar di Iran masih merupakan yang terendah di dunia, kenaikan ini dinilai sangat membebani setelah sebelumnya perekonomian Iran dilanda inflasi, resesi, dan sanksi AS.

Koneksi internet diblokade

Pemerintah Iran juga memberlakukan blokade internet secara nasional menyusul kerusuhan di seluruh negara itu. Pemimpin Iran, Ayatollah Ali Khamenei, membela langkah itu sambil menyalahkan "musuh" Iran atas terjadinya kekerasan tersebut.

Kementerian Intelijen Iran mengatakan mereka telah mengidentifikasi para pihak yang berada di balik kerusuhan ini dan telah dilakukan "tindakan yang tepat" terhadap mereka. Pemerintah juga memberlakukan pemadaman internet selama 24 jam, dengan konektivitas turun menjadi hanya 7 persen pada Sabtu malam, menurut grup pemantau NetBlocks.

"Gangguan yang sedang berlangsung adalah yang paling parah yang tercatat di Iran sejak Presiden Rouhani berkuasa, dan pemutusan paling parah dalam hal kompleksitas teknis dan luas yang pernah dilacak oleh NetBlocks di negara mana pun," ujar kelompok itu. 

Di media sosial Twitter, para pejabat AS pun bereaksi atas pemutusan koneksi internet ini. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus mengatakan: "Kami mengutuk upaya pemblokiran internet. Biarkan mereka bicara!"

Ada "perbedaan pendapat"

Dalam pidatonya di televisi Iran pada hari Minggu, Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei mendukung langkah kenaikan harga bahan bakar ini. Pada saat yang sama ia mengatakan bahwa dia "bukan ahli dan ada perbedaan pendapat" terkait kenaikan BBM.

Dia juga menyalahkan tindakan protes yang berujung kekerasan ini kepada musuh-musuh Iran dan pendukung almarhum Shah Mohammad Reza Pahlavi, yang diusir dari negara itu 40 tahun lalu.

Duta Besar AS untuk Uni Emirat Arab, John Rakolta, mengatakan rakyat Iran "menginginkan kebebasan," namun ia menekankan bahwa Washington tidak mendukung perubahan rezim.

ae/vlz (AFP, AP, Reuters, dpa)