1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikIran

Iran Tolak Berunding Dengan AS Soal Nuklir

1 Maret 2021

Iran membatalkan keikutsertaan dalam perundingan informal dengan AS yang dimediasi Uni Eropa. Pembatalan itu diyakini sebagai strategi untuk menekan Washington agar mencabut sanksi.

https://p.dw.com/p/3q2yx
Seorang staf memindahkan bendera Iran
Seorang staf memindahkan bendera Iran setelah pengumuman Perjanjian Nuklir dengan Cina, Rusia, Inggris, Jerman, Prancis, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, Juli 2015Foto: Getty Images/AFP/C. Barria

Kementerian Luar Negeri Iran mengumumkan tidak akan bergabung dalam perundingan nuklir yang dimediasi Uni Eropa, selama Amerika Serikat belum tergerak mengurangi sanksi.

"Menimbang tindakan dan pernyataan terbaru dari Amerika Serikat dan tiga kekuatan Eropa, Iran tidak menilai ini saat yang tepat buat menggelar pertemuan informal dengan negara-negara ini, seperti diusulkan kantor urusan luar negeri Uni Eropa,” kata juru bicara Kemenlu Iran, Saeed Khatibzadeh, Minggu (28/02).

Amerika Serikat mengaku kecewa atas pernyataan tersebut, meski tetap siap "kembali ke diplomasi yang bermanfaat” bersama Iran. Washington mengatakan bakal berkonsultasi dengan negara-negara lain untuk mencari jalan keluar.

AS, UE, dan Iran sedianya bertemu secara informal dalam pertemuan yang dimediasi Josep Borell, Utusan Tinggi Urusan Luar Negeri Uni Eropa. Meski menolak bernegosiasi, Teheran mengatakan akan tetap berkomunikasi dengan Borell.

Sebaliknya, Presiden AS Joe Biden berulang kali mengatakan siap kembali ke meja perundingan. Dia menyaratkan Iran harus terlebih dahulu menunjukkan itikad baik untuk tunduk pada Perjanjian Nuklir 2015, sebelum bisa dihidupkan kembali.

Kedua pihak bersitegang soal siapa yang harus mengambil langkah pertama. Teheran bersikeras AS harus mencabut sanksi yang diputuskan bekas Presiden Donald Trump. 

Seorang juru bicara Gedung Putih mengatakan pihaknya tetap berniat mendorong tercapainya "sikap saling taat” terhadap butir perjanjian. Menurutnya negosiasi dengan Inggris, Cina, Prancis, Jerman, dan Rusia adalah jalan terbaik.

Pembatasan program nuklir Iran sesuai Perjanjian Nuklir 2015
Iran sepakat mengurangi kemandirian dalam memproduksi bahan bakar nuklir dan membatasi pengembangannya hanya untuk keperluan damai. Sebaliknya DK PBB mencabut sanksi secara bertahap sampai 2020, ketika embargo senjata terhadap Iran dicabut.

Diplomasi tarik ulur

Penolakan Iran diyakini merupakan salah satu strategi negosiasi yang dijalankan Teheran, tutur seorang pejabat tinggi keamanan AS. Sementara seorang pejabat lain mengakui AS tidak terikat pada format tertentu perundingan.

"Kami tidak mengira bahwa ini adalah jalan buntu. Tentunya hal ini disayangkan, bahwa Iran mengatakan ‘tidak, tapi kami terbuka bagi ide lain',” kata dia. "Kalau mereka menginginkan kami menyepakati format perundingan, kami tidak akan bersikeras pada satu bentuk saja.”

Sebelumnya, Badan Nuklir Iran mendesak pengawas nuklir PBB, IAEA, agar tidak menerima resolusi AS yang mengritik sikap Teheran mereduksi inspeksi. "Jika Dewan Gubernur IAEA mengadopsi resolusi melawan Iran, kami akan menunjukkan reaksi yang setimpal,” kata Ali Akbar Salehi seperti dikutip kantor berita Iran, IRNA.

Dalam pernyataan tertulis yang diperoleh Reuters dan dikirimkan sebelumnya kepada negara anggota IAEA sebelum pertemuan triwulan dewan gubernur, Iran mengancam akan membatalkan perjanjian yang dibuat dengan IAEA sepekan silam.

Kesepakatan itu dibuat setelah parlemen Iran mengesahkan UU Nuklir yang membatalkan Perjanjian Nuklir 2015. Di dalamnya Teheran mengizinkan inspeksi terbatas IAEA selama perundingan masih berlangsung.

Hingga kini belum jelas apakah IAEA akan mengadopsi resolusi AS tersebut.

Khatibzadeh mengatakan IAEA tidak perlu meributkan "resolusi atau negosiasi” terkait Perjanjian Nuklir. Menurutnya, justru Amerika Serikat yang harus "mengakhiri sanksi sepihak dan ilegal, serta kembali menghormati komitmennya sendiri.”

rzn/ae (rtr, afp)