1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Israel, Setahun di Bawah Netanyahu

30 Maret 2010

Satu tahun setelah Benyamin Netanyahu menjabat sebagai PM Israel, bukan hanya kesepakatan dengan Palestina yang tampaknya semakin jauh, tetapi hubungan dengan Washington juga memburuk.

https://p.dw.com/p/MhqS
Benyamin NetanyahuFoto: AP

Ketika tahun lalu Benyamin Netanyahu terpilih untuk kedua kalinya sebagai PM Israel, ia sudah membawa nama garis keras.

Skeptisme internasional terhadap kabinetnya yang berhaluan kanan keras, dijawab Netanjahu dengan pidato pelantikan, dimana ia menggarisbawahi kesediaan berunding dengan Palestina. Namun ia juga menunjukkan dengan jelas bahwa ia tidak terburu-buru untuk sampai pada kesepakatan akhir.

"Kami akan berunding dengan pemerintah otonomi Palestina dengan tujuan sebuah solusi akhir. Kami tidak akan menguasai Palestina. Tetapi, semua upaya untuk menyingkat proses, selama ini hanya mengakibatkan lebih banyak teror dan pertumpahan darah. Di bawah pemerintahan kami, Israel akan bertindak dengan mata terbuka, dalam semangat positif dan kehendak jujur untuk mengakhiri konflik di antara kita dan para tetangga", kata Netanyahu.

Namun, satu tahun setelah Netanyahu memerintah, Israel dan Palestina masih terpisah jauh dari perundingan langsung dalam "semangat positif". Perundingan tidak langsung pun sampai sekarang tak terwujud. Pemerintah Palestina dibawah Presiden Mahmud Abbas menolaknya, selama Israel tidak menghentikan pembangunan pemukiman di Yerusalem Timur.

Pada tahun pertamanya Netanyahu agak berubah, bukan hanya karena tekanan Amerika. Juni tahun lalu ia menyatakan dengan tegas tujuan pendirian negara Palestina merdeka. Meski begitu, kedaulatan negara itu ia batasi secara besar-besaran.

September lalu Netanyahu akhirnya menetapkan penghentian secara luas pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Tetapi tindakan itu dibatasi waktunya 10 bulan dan tidak mencakup Yerusalem Timur yang dicaplok tahun 1980 dan dituntut Palestina sebagai ibukota negaranya kelak.

Netanyahu membela tuntutan kubu kanan Israel yang menganggap Yerusalem sebagai ibukota abadi dan tidak terpisahkan dari negara Yahudi.

Seperti ditegaskannya baru-baru ini, "Politik Yerusalem kami sesuai dengan kebijakan semua pemerintah Israel dalam 42 tahun terakhir. Politik ini tidak berubah. Menurut kami, pembangunan di Yerusalem tidak berbeda dengan pembangunan di Tel Aviv“,

Setahun setelah pemerintahan Netanyahu, proses perdamaian Timur Tengah tetap mandek, sementara berlanjutnya pembangunan pemukiman menggiring pada krisis serius dengan mitra terpenting Israel.

Pemerintahan AS dibawah kepemimpinan Barack Obama mengkritik politik pemukiman Netanyahu sebagai kontra produktif dan menghambat kepentingan Amerika di kawasan. Situasi hubungan kedua negara berada di titik terendah.

Sementara di pihak Palestina berkembang bahaya dimana kekuatan radikal semakin besar pengaruhnya. Pertempuran di Jalur Gaza akhir pekan lalu, paling sengit sejak 14 bulan terakhir, menunjukkan bahwa tidak tertutup kemungkinan eskalasi berikutnya.

Rainer Sollich/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk