1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Hadapi Tantangan di Dewan Keamanan PBB

9 Juni 2018

Jerman terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Tetapi di badan tertinggi PBB tersebut Jerman akan hadapi banyak tantangan berat dalam tahun-tahun mendatang.

https://p.dw.com/p/2z8PY
UN-Sicherheitsrat
Foto: picture-alliance/Photoshot/Li Muzi

PBB memilih Jerman untuk jadi anggota tidak tetap baru dalam Dewan Keamanan PBB, untuk masa dua tahun. Belgia, Afrika Selatan, Republik Dominika dan Indonesia juga terpilih menjadi anggota tidak tetap.

Baru beberapa pekan lalu Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas kembali mengkampanyekan keanggotaan Jerman dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam dua pertemuan, Maas menekankan, "Jerman mampu dan akan berperan besar dalam masalah prevensi krisis, penjagaan perdamaian dan stabilisasi." Maas juga mengingatkan, Jerman adalah pembayar iuran keempat terbesar bagi PBB dan donor kedua terbesar di dunia untuk masalah kemanusiaan.

Dalam PBB, Jerman adalah negara yang sangat dipercaya. Akhir April di depan sidang umum PBB Maas menyatakan, banyak negara mendukung pencalonan diri Jerman. Pesan utama yang disampaikan Menteri Luar Negeri Jerman itu adalah: "Pelucutan, bukan penambahan senjata" dan "dialog, bukan konfrontasi".

Jumat 8 Juni keputusan diberikan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sidang umum PBB memilih lima anggota tidak tetap DK PBB untuk masa jabatan dua tahun. Kali ini Jerman punya peluang besar, setelah saingannya yaitu Israel, menarik lamarannya. Karena negara-negara Arab kemungkinan besar akan menolak, Israel hanya punya peluang kecil.

Sehingga untuk kursi bagi negara-negara Eropa, hanya ada Belgia dan Jerman. Tiap calon perlu dua pertiga suara mayoritas. Calon favorit bagi kelompok negara-negara pasifik adalah Indonesia dan Maladewa.

Baca juga: Turki Resmi Dukung Indonesia Jadi Anggota DK PBB

Berada di pusat politik dunia

Menduduki sebuah kursi dalam DK PBB berarti ibaratnya berada dalam jantung PBB. Di kantor DK PBB, yang terletak di Manhattan, New York, AS, berbagai keputusan paling penting diambil. Di sana juga ditentukan berbagai sanksi dan penggunaan kekuatan militer. Badan ini terdiri dari lima negara anggota tetap, yaitu Inggris, Perancis, Rusia, AS, Cina dan Inggris, ditambah sepuluh anggota tidak tetap yang tidak memiliki hak veto. Sejak PBB terbentuk, Jerman sudah jadi anggota DK PBB selama enam kali. Terakhir dalam periode 2011/2012.

Bagaimana Jerman akan ikut membentuk kebijakan PBB? Kanselir Angela Merkel ingin memperkuat posisi bersama Uni Eropa. Sejak keluarnya Inggris dari Uni Eropa, hanya Perancis lah anggota Uni Eropa yang punya kursi dalam DK PBB.

Masalah-masalah besar di dunia

Masalah-masalah besar yang yang harus ditangani PBB saat ini sangat banyak. Misalnya konflik Ukraina, Timur Tengah, Suriah, Iran dan Korea Utara. Sementara anggota DK PBB tidak selalu punya pendapat sama, juga dalam hal hak asasi manusia. Sehingga DK PBB kerap lumpuh, karena 15 anggotanya saling memblokir. Sejak Donald Trump menjadi Presiden AS, kekuatan yang menyatukan yang biasanya dipegang AS hilang.

Di bawah Trump kesepakatan perdagangan multi nasional yang mengikutsertakan AS terseok-seok, sementara iklim politik internasional yang sehat terancam ambruk. Kekhawatiran semakin marak, bahwa PBB hanya akan memperjuangkan kepentingan satu pihak yang kuat, akibat politik Trump,  "America First" .

Kursi panas di politik dunia

Hampir tidak ada persamaan, tapi banyak percekcokan. Akibat perpecahan ini, Jerman kemungkinan akan diterjang banyak cekcok dengan Beijing, Moskow atau Washington. Untungnya, Jerman tidak dianggap ekspansif secara politik, demikian halnya seluruh Eropa. Begitu diutarakan pendapat Henning Riecke dari organisasi Masyarakat Jerman bagi Politik Internasional. Jerman tidak tertarik dalam persaingan soal siapa yang lebih berkuasa, melainkan keteraturan internasional yang berdasar pada peraturan.

"Saya pikir, ini jadi kesempatan untuk menunjukkan secara konkret, bagaimana jika Jerman mengambilalih tanggung jawab dan kepemimpinan." Demikian ditambahkan pakar PBB Henning Riecke.

Penulis: Ralf Bosen (ml/yf)