1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jakarta Terbangkan Tim Khusus untuk Selidiki Penembakan di Freeport

14 Juli 2009

Pelaku dan mengungkap motif dibalik serangkaian aksi penembakan di lokasi tambang PT Freeport Tembaga Pura, Papua, yang terjadi sejak akhir pekan lalu, masih menjadi misteri.

https://p.dw.com/p/Ip1D
Kantor Freeport kerap jadi sasaran aksi protes, karena ketidakadilan yang dirasakan masyarakat sekitarFoto: AP

Tim khusus dari Jakarta dikirim Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan ke Papua untuk mengungkap kasus penembakan yang terjadi di kawasan PT Freeport. Operasi pengejaran terhadap pelaku melibatkan satuan khusus Densus 88 dan personel TNI. Namun hingga saat ini, baik pelaku maupun motif penembakan itu, masih misterius. Kepala Kepolisian Daerah Papua, Bagus Eko Danto:

“Kita masih melaksanakan olah TKP, kemudian uji balistik, puslabfor, lagi mengolah itu, belum ada yang tertangkap. Saya belum berani menyimpulkan kepada kelompok tertentu, jadi kita hanya menemukan selongsong kaliber 5,56, kemudian kita temukan, tapi belum bisa saya simpulkan ini mengarah kepada kelompok tertentu, saya belum bisa simpulkan itu.”

Tiga orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka dalam serangkaian aksi penembakan gelap di kawasan Freeport sejak Sabtu lalu. Korban pertama adalah ahli tambang asal Australia, kemudian petugas Keamanan Freeport dan seorang anggota polisi dari Polda Papua yang jenazahnya ditemukan Senin siang.

Panglima TNI Djoko Santoso menduga, pelakunya dari gerakan Organisasi Papua Merdeka, atau OPM. Panglima menunjuk lokasi penembakan di KM 50 yang selama ini dikenal rawan gangguan. Tetapi Direkur Eksternal Imparsial, Pungki Indarti meragukan tudingan panglima TNI itu, mengingat penjagaan berlapis militer di kawasan itu:

“Kemungkinan OPM itu kecil ya, karena terjadinya di Freeport, dimana keamananya nomor satu, jadi itu seperti Negara dalam Negara, umum (masyarakat) gak akan bisa masuk, mesti ada pas masuk, kemudian dijaga beberapa lapis aparat, dan tidak ada satupun yang tembus itu. kecuali orang orang yang dapat fasilitas masuk dari aparat aparat yang menjaga. Oleh karena itu, kita dapat simpulkan bahwa apa yang terjadi di Freeport itu, pelakunya adalah orang-orang yang diketahui atau dikenal oleh aparat aparat yang menjaga.”

Imparsial menduga kelompok penyerang adalah orang-orang terlatih dan mempunyai kemampuan menembak khusus. Aksi penyerangan itu juga telah direncanakan secara matang dengan sebuah target khusus, karena juga dilakukan terhadap rombongan yang dikirim Mabes Polri untuk mengamankan lokasi. Lebih jauh, Pungki Indarti dari Imparsial, mengungkapkan sejumlah motif penyerangan itu.

“Jadi ada motif bervariasi, misalnya bisa jadi Papua menjadi imbas dari panasnya sitausi politik di Jakarta. Nah kelompok kelompok politik (Jakarta) ini berkelindan dengan kelompok kelompok keamanan di Papua. Kemudian kedua, bisa jadi terkait dengan pertarungan bisnis jasa kemanan di Freeport karena Freeport menyumbang dana keamanan yang luar biasa, jadi ada persaingan dan gesekan gesekan disini. Kemudian juga itu justru karena lemahnya control, terhadap pergerakan pasukan di Papua. Jadi otoritas politik di Papua sendiri tidak tahu berapa banyak pasukan yang dideploy disana”

Viktor Mambor dari Forum Kerjasama LSM Papua menambahkan bahwa kawasan yang kaya sumber daya alam di Papua, merupakan wilayah yang tingkat ketegangannya masih terus tinggi: “Timika, Nabire. Serui, selain emas mereka üpunya minyak dan gas. Freepoert juga mau dilebarkan hingga ke Puncak Jaya. Semua konflik itu terjadi di wilayah yang punya cadangan kekayaan besar."

Komplek pertambangan di Pegunungan Grasberg ini merupakan salah satu kawasan yang menyimpan kandungan emas dan tembaga terbesar sedunia. Namun kondisi ekonomi warga di sekitarnya memprihatinkan. Tak heran kawasan ini kerap dijadikan target serangan kelompok separatis yang menuntut pembagian yang adil. Pada tahun 2002 juga pernah terjadi peristiwa penembakan serupa yang menewaskan dua guru sekolah asal Amerika dan seorang warga Indonesia.

Zaki Amrullah

Editor: Ayu Purwaningsih