1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jepang Ngotot Gunakan Energi Nuklir

Julian Ryall (as/vlz)11 Maret 2015

Empat tahun setelah bencana atom Fukushima, pemerintah Jepang kembali menegaskan negaranya tetap perlu energi atom untuk industri dan kebutuhan warga. Tapi makin banyak warga menolak pengaktifan kembali reaktor atom.

https://p.dw.com/p/1EoWE
Foto: Reuters

Pemerintah Jepang mengumumkan akan mengoperasikan lagi sejumlah pembangkit listrik tenaga nuklir yang dinonaktifkan mulai bulan Juni mendatang. Setelah bencana atom Fukushima 11 Maret 2011, Jepang menonaktifkan sementara 48 PLTN di negara itu.

PM Jepang Shinzo Abe mengatakan, akan memproses masalah itu secara hati-hati. Pengoperasian kembali sejumlah PLTN akan dilakukan jika seluruh ketentuan dalam regulasi energi nuklir telah dipatuhi dan dilakukan eksaminasi ulang.

Rencana pengoperasian kembali PLTN molor cukup lama dari jadwal yang ditetapkan, akibat munculnya oposisi kuat dari kalangan warga. Namun pemerintah di Tokyo kini mendapat tekanan berat, karena jika terus mengimpor energi fossil berupa minyak, batubara dan gas bumi, untuk menggerakan ekonomi, ongkosnya akan sangat mahal. Juga akan menambah volume emisi karbon negara tersebut.

PLTN pertama yang akan dioperasikan kembali adalah reaktor atom di Sendai yang dioperasikan KEPCO. Setelah itu menyusul PLTN Takahama yang siap dioperasikan setelah memenuhi semua regulasi keamanan reaktor atom.

Warga menentang

Oposisi warga Jepang terkait rencana pengoperasian kembali PLTN itu dilaporkan terus meningkat. "Jajak pendapat menunjukkan 70 persen warga menghendaki dihentikannya operasi pembangkit energi nuklir", ujar Aileen Mioko-Smith, aktivis "Green Action Japan" yang bermarkas di Kyoto kepada DW.

Para aktvis lingkungan di Jepang juga membantah klaim keuntungan ekonomi dari penggunaan PLTN yang disodorkan pemerintah. "Ongkos pemeliharaan, reparasi dan pembuangan sampah atom menurut studi, jauh lebih tinggi ketimbang penerapan kebijakan tanpa energi nuklir dengan energi alternatif", tambah Mioko-Smith.

Aktivis lingkungan ini juga menuduh, pemerintah Jepang tidak menarik pelajaran dari bencana atom Fukushima. "Pemerintah terlalu membela kepentingan industri besar yang jadi donor penting partai politik dan ditonjolkan sebagai pemberi lapangan kerja terbesar", ujar dia.

Jepang memang menghadapi situasi sulit, karena jika menghentikan operasi seluruh PLTN, negara ini akan tergantung dari impor bahan bakar fossil yang harganya fluktuatif. Juga tekanan untuk mengurangi emisi karbon serta meningkatkan penggunaan energi alternatif akan sulit diwujudkan dalam waktu singkat.