1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Cermati Pemilu di Israel

Diana Hodali22 Januari 2013

Tidak banyak yang bakal berubah setelah pemilu parlemen di Israel. Ini bisa menjadi ganjalan baru dalam hubungan Jerman-Israel. Terutama karena proses perdamaian terhenti.

https://p.dw.com/p/17OcW
Gambar simbol bendera Jerman dan Israel
Gambar simbol bendera Jerman dan IsraelFoto: AP

Benjamin Netanyahu bisa menghadapi pemilu parlemen dengan tenang. Menurut jajak pendapat aktual, ia tetap bisa menjadi perdana menteri. Partai kanan Likud pimpinan Netanyahu dan mitra koalisinya partai Beitenu pimpinan mantan Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman diperkirakan bisa merebut sepertiga dari 120 kursi.

Pesaing Netanyahu berasal dari kubu ultrakanan, yaitu partai Rumah Yahudi pimpinan Naftali Bennett. Partai itu bisa menjadi kekuatan ketiga terbesar, setelah Partai Buruh. Apakah Netanyahu akan berkoalisi dengan Bennet dan makin bergeser ke kanan, atau ia akan berkoalisi dengan kelompok sekuler dan makin bergerak ke tengah, ini akan menentukan kelanjutan proses perdamaian dengan pihak Palestina.

Benjamin Netanyahu dalam kampanye pemilu
Benjamin Netanyahu dalam kampanye pemiluFoto: dapd

Proses Perdamaian Terancam

Sejumlah tokoh politik pemerintahan koalisi di Jerman mengaku cemas melihat jalannya kampanye pemilu di Israel. ”Kami tentu ingin mencoba menggerakkan lagi proses perdamaian,” kata Ruprecht Polenz, angota komisi luar negeri di parlemen Jerman, Bundestag dari partai CDU, kepada Deutsche Welle.

Pasalnya partai Rumah Yahudi yang dipimpin Naftali Bennett menyatakan, salah satu tujuan mereka adalah menduduki kawasan Tepi Barat Yordan dan membangun pemukinan di sana.

Secara tradisional Jerman punya hubungan baik dengan Israel dan merasa turut bertanggung jawab atas keamanan negara itu. Kedua negara sejak tahun 2008 melakukan pertemuan tahunan rutin untuk melakukan konsultasi.

Ruprecht Polenz, anggota komisi luar negeri dari CDU
Ruprecht Polenz, anggota komisi luar negeri dari CDUFoto: picture-alliance/dpa

Ruprecht Polenz mengatakan, setelah pemilu anggota parlemen Jerman akan bertemu dengan komisi luar negeri Israel untuk membahas kerjasama yang lebih erat lagi. Pertemuan ini akan dilakukan tanpa tergantung dari hasil pemilu.

Hubungan Renggang

Hubungan Jerman dengan Israel akhir-akhir ini mulai renggang. Ketika Palestina mengajukan permintaan menjadi negara pengamat di PBB, Jerman tidak menyatakan menolak melainkan bersikap abstain.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ketika itu mengaku kecewa karena keputusan ini. Tapi mantan Duta Besar Israel untuk Jerman, Avi Primor mengatakan kepada DW, di Jerman juga ada banyak kekecewaan terhadap pemerintah Israel.

eNaftali Bennett, Ketua Partai Rumah Yahudi
Naftali Bennett, Ketua partai ultra kanan Rumah YahudiFoto: picture-alliance/dpa

Kekecewaan Jerman terutama berkaitan dengan politik pemukiman yang dijalankan pemerintah Israel saat ini. Politik ini menjadi hambatan terbesar bagi solusi dua negara. Karena itu, pemerintah Jerman berulangkali mengritik pemerintah Israel.

Ruprecht Polenz menjelaskan, solusi dua negara adalah kepentingan Israel juga. Karena ini merupakan jalan terbaik agar Israel bisa hidup dengan aman dan damai dengan negara-negara tetangganya.

”Jika Israel melanjutkan politik pemukiman seperti yang dilakukannya sekarang, tentu kritik akan berlanjut.” Dalam hal ini, Jerman harus membahas konsekuensinya dengan pemerintah Israel yang baru, demikian Polenz.

”Tetapkan Prasyarat Bagi Israel”

Menurut Avi Primor, setelah pemerintah baru Israel terbentuk, Jerman harus mengajukan beberapa prasyarat sesuai motto: ”Jika kalian ingin bantuan kami, maka haluan politik harus diselaraskan.” Perkembangan di Timur Tengah juga akan berpengaruh pada Jerman dan Eropa, kata Primor. Selain itu, Israel dalam banyak hal tergantung pada Jerman. Tanpa hubungan baik dengan Jerman, tidak mungkin Israel menjalin hubungan yang lancar dengan Eropa.

Avi Primor, mantan dubes Israel di Jerman
Avi Primor, mantan dubes Israel di JermanFoto: dapd

Tapi Avi Primor tidak yakin, apakah Eropa akan mengambil inisiatif, jika politik Israel jadi makin keras. Jika benar di Israel terbentuk pemerintahahan ultrakonservatif setelah pemilu, seperti yang diperkirakan jajak pendapat, maka semua mata akan memandang ke Amerika Serikat. Banyak pihak akan menunggu lebih dulu, apa yang dilakukan oleh Presiden Barack Obama.