1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman: Citra Sawit Tercoreng Dosa Lingkungan

26 September 2018

Lembaga Kerjasama Jerman, GIZ, menilai derasnya penolakan sawit di Eropa diakibatkan persepsi negatif menyusul lusinan dosa lingkungan yang dilakukan industri sawit di Indonesia. Sertifikasi hijau bisa menjadi solusi.

https://p.dw.com/p/35Vuu
Pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit di Indonesia
Pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit di Indonesia Foto: picture-alliance/Mint Images/F. Lanting

Gencarnya penolakan Sawit di Eropa ditengarai bersumber pada persepsi negatif terkait kebakaran hutan, pengeringan lahan gambut, dan konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia, kata Daniel May, Project Director dari Masyarakat Kerjasama Internasional Jerman (GIZ). Hal ini disampaikannya pada Palm Oil Seminar 2018: One Century of Indonesian Palm Oil, Jumat, (21/09) di KBRI Berlin

Menurutnya dosa lingkungan industri sawit menempatkan konsumen Eropa dalam posisi pelik, mengingat tingginya kebutuhan sawit. "Minyak sawit merupakan komoditas serba guna. Tanpa disadari, masyarakat Eropa mengkonsumsi minyak sawit yang menjadi salah satu bahan pembuat produk cat, ban kendaraan, lilin, cairan pembersih, bahkan kosmetika” paparnya.  

Baca Juga: Walhi Ingatkan Pemerintah Agar Awasi Moratorium Sawit

Tantangan saat ini adalah bagaimana mengubah persepsi tersebut. Menurut Daniel, yang juga menjabat sebagai Direktur Forum Minyak Sawit Berkelanjutan (Forum Nachhaltiges Palmöl), salah satu jawabannya adalah dengan meningkatkan sistem sertifikasi minyak sawit sehingga 100% produk minyak sawit yang masuk ke pasar Eropa sudah tersertifikasi.

Indonesia saat ini telah membentuk mekanisme wajib ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) sebagai pelengkap RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan SCC (Supply Chain Certification) yang merupakan sistem sertifikasi internasional.

Lantaran produksinya yang marak deforestasi dan pengrusakan lingkungan, sawit merupakan satu-satunya komoditas minyak nabati yang diwajibkan untuk mendapatkan sertifikasi hijau untuk dapat masuk ke pasar Eropa. 

Seminar Seabad Sawit Indonesia ini dihadiri oleh kalangan profesional, akademisi serta pelajar Indonesi. Keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan masalah yang menjadi inti diskusi pada seminar.

Baca Juga:Larangan Sawit UE Ancam Nasib Petani Kecil 

”Seminar ini merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk menyampaikan fakta tentang sawit. Kita harus akui masih banyak perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan agar mencapai sawit yang sustainable dan kita terus melakukannya. Ini perlu diketahui luas oleh masyarakat internasional dan negara-negara Uni Eropa”, ujar Arif Havas Oegroseno, Dubes Indonesia untuk Jerman di sela-sela seminar. 

Indonesia selama ini mengritik penolakan sawit oleh Uni Eropa sebagai kampanye hitam. Namun maraknya masalah lingkungan akhirnya memaksa pemerintah memperpanjang moratorium sawit dan menertibkan perizinan baru. Antara lain berkat tekanan pasar Eropa, Indonesia kini fokus mengembangkan varian sawit yang berdaya hasil tinggi demi mengoptimalkan lahan yang ada tanpa pembukaan lahan baru.

rzn/yf (KBRI)