1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

171109 Deutschland Korruption

25 November 2009

Berdasarkan indeks korupsi yang dikeluarkan Transparency International, tahun 2009 ini, Jerman menduduki posisi ke 14 dari 180 negara yang diteliti. Posisi. Di Jerman, praktek korupsi terutama terjadi di sektor ekonomi.

https://p.dw.com/p/KfbC
Gambar siimbol korupsi di tubuh VolkswagenFoto: BilderBox/DW

Harapan apa yang ada bagi pencegahan dan pemberantasan tindak korupsi di Jerman, dapat terlihat dari penjanjian koalisi antara Uni Kristen Demokrat CDU/CSU dan Partai Liberal Demokrat FDP. Sementara kata kunci “transparansi“ dicantumkan 20 kali dalam perjanjian koalisi, kata “korupsi“ sangat jarang disinggung. Namun kata tersebut lebih banyak tercantum ketika menyinggung Afghanistan dan negara-negara berkembang.

Jerman mampu mengatasi korupsi di negaranya. Namun pemerintah Jerman masih menjalankan strategi yang keliru, ungkap ketua Transparency International Jerman Sylvia Schenk dalam wawancaranya dengan radio Jerman, Deutschlandfunk. Menurut Schenk, risiko korupsi di Jerman meningkat dengan adanya program pemicu pertumbuhan ekonomi. Menurut Schenk, terdapat kebutuhan besar di Jerman untuk perbaikan hukum pidana, terutama dalam masalah anti korupsi dan perlindungan informan kasus kejahatan. Masih belum ditentukan apakah Parlemen Jerman akhirnya akan memenuhi persyaratan bagi ratifikasi konvensi PBB anti korupsi dengan pengetatan hukum pada kasus suap anggota parlemen.

Korupsi masih menelusup di antara sesaknya rimba perekonomian di Jerman. Kasus-kasus spektakuler misalnya terjadi dalam tubuh perusahaan otomotif Volkswagen. Di Volkswagen atau VW, dewan pekerja mendapatkan hadiah liburan dan pelayanan wanita penghibur agar mereka meluluskan permohonan pemberian kontrak kerja baru. Perusahaan elektronik Siemens, mengalirkan dana pelicin kepada pemberi proyek, agar mendapatkan proyek yang diinginkan.

Kolusi seputar proyek merupakan hal jamak dalam dunia bisnis Jerman. Tidak ada yang tidak mungkin di Jerman, demikian dinyatakan jaksa Frankfurt Wolfgang Schaupensteiner, spesialis mengungkap kasus korupsi. Setiap tahunnya di Jerman terdapat 1500 kasus korupsi. Itu baru lima persen dari seluruh dugaan kasus. 40 persen kasus tersebut dilakukan di dalam lingkungan instansi pemerintah. Sebagian besarnya adalah kasus suap proyek pembangunan fasilitas kota seperti sekolah, stadion olahraga, dan jalanan.

Sebenarnya tender proyek harus diumumkan secara terbuka. Itu memang dilakukan, tapi hanya dalam jumlah terbatas. Sisanya, dibagikan begitu saja berdasarkan permintaan.

Misalnya seorang pegawai negeri yang bekerja di dinas pertamanan atau tempat pemakaman umum dapat meminta perusahaan yang menginginkan tender proyek di instansi tempat bekerjanya, untuk merawat kebun pribadi atau bahkan membantu panen ladang kentang pribadi si pegawai negeri itu.

Kasus kolusi tender proyek paling sering terjadi di instansi perizinan. Saat ini sedang diselidiki bagaimana suatu perusahaan bibit tanaman tiba-tiba memproduksi produk rekayasa genetika. Kasus itu dikomentari aktivis pelindung lingkungan Christoph Then, „Jejak kongkalingkong perizinan terlihat mulai dari kantor dinas yang bersangkutan hingga dinas nasional perlindungan konsumen. Banyak orang di sana memiliki kedekatan dengan industri.“

Kedekatan dengan industri bagi para politisi, terutama para pengambil keputusan, merupakan masalah yang sangat besar. Sembilan staf ahli pemerintahan setingkat menteri dari dua periode pemerintahan Jerman sebelumnya, langsung terjun ke dunia bisnis setelah mengakhiri masa jabatannya di pemerintahan. Profesi baru mereka selalu cocok dengan jabatan sebelumnya di pemerintahan. Pakar hukum Peter Alexis Albrecht mengatakan, „Itu adalah hal-hal yang dibicarakan di balik pintu tertutup. Setiap orang tahu tentang apa yang boleh, apa yang tidak boleh. Kejaksaan juga tidak punya kemungkinan membuktikan pembicaraan yang telah dilakukan. Lembaga peradilan telah kehilangan kekuatannya.“

Menurut kitab undang-undang hukum pidana Jerman, pegawai negeri yang menerima keistimewaan tertentu dari pihak lain sudah melakukan pelanggaran hukum. Pertanyaan besarnya, seberapa berpengaruhnya dan seberapa korupnya seorang politisi yang mendapatkan tawaran menarik profesi baru dari industri? Parlemen Jerman memperdebatkannya dengan sangat sengit.

Undang-undang khusus anti korupsi pada anggota parlemen dan pemerintahan tidak akan dapat diterapkan di Jerman. Wartawan investigatif seperti Hans Leyendecker memprotes, karena itu merupakan skandal besar. Menurut Leyendecker, tidak ada yang terganggu dengan hal itu dan tidak pernah diselidiki mengapa parlemen tidak mau membahas peraturan semacam itu.

Alasan parlemen, kode etik profesi semestinya dapat mencegah tindak korupsi. Ahli hukum Achim von Arnim tertawa kecil mengomentari pendapat itu. Katanya: „Kode etik saja tidak cukup. Jika politisi punya kehormatan, maka saat ini mereka tidak melakukannya. Hal tersebut harus diatur dalam suatu undang-undang.“ Christian Humborg dari Transparency International juga melihat adanya kebutuhan besar akan adanya penanganan korupsi semacam itu. „Kejahatan seperti ini merugikan demokrasi. Karena itu sangat diperlukan transparansi.“

Perang melawan korupsi di Jerman hanya dapat dimenangkan jika warga biasa juga mematuhi aturan main. Namun hal itu tidak dilakukan, demikian dilaporkan dinas pajak. Dinas pajak dan perusahaan asuransi mencatat kasus-kasus penipuan yang bernilai hingga lebih dari 150 miliar Euro per tahun. Di Jerman pun ada kasus wasit sepak bola yang sengaja keliru meniup peluitnya, karena dia menerima suap.

Wolfgang Dick/Luky Setyarini

Editor: Yuniman Farid