1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jokowi Belum Tentukan Sikap Soal 1965

20 April 2016

Presiden Joko Widodo mengoreksi pernyataan Menko Polkam Luhut Panjaitan ihwal sikap pemerintah yang tidak akan meminta maaf pada korban 1965. Menurutnya ia masih harus mendengar semua pihak sebelum memberikan keputusan.

https://p.dw.com/p/1IYpy
Deutschland Indonesien Joko Widodo bei Merkel
Presiden Joko Widodo saat kunjungan ke JermanFoto: Getty Images/S. Gallup

Tidak ada keraguan pada diri Menteri Koordinaator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolkam) Luhut Panjaitan ketika ia menegaskan sikap pemerintah yang menolak meminta maaf kepada korban pembantaian 1965. Namun ucapannya itu kini justru dianulir oleh atasannya sendiri.

"Saya belum memutuskan apa apa," kata Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan seorang warga Indonesia di London seperti dikutip Lensaindonesia. "Saya masih harus mendengar maunya Kejaksanaan Agung, Komnas HAM dan semua yang terkait dan itu butuh waktu. Saya mendengar semuanya, saya tidak tutup telinga."

Di tahun kedua masa kekuasaanya Jokowi didesak untuk segera menuntaskan tragedi yang menelan sedikitnya 500.000 korban jiwa itu. "Saya ingin kita selesaikan agar tidak terus menjadi beban kita. Tidak hanya satu tapi 7 kasus HAM lainnya. Kita pelajari satu persatu," tuturnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan, menolak meminta maaf terhadap korban 1965. "Kami tidak sebodoh itu." tegasnya dalam Simposium 1965 di Jakarta. "Jangan ada pikiran pemerintah akan minta maaf ke sana atau ke sini. Kami tahu apa yang kami lakukan yang terbaik untuk bangsa ini."

Lebih lanjut ia mengatakan pemerintah sedang mencari format rekonsiliasi yang tepat untuk korban 1965, tanpa perlu adanya permintaan maaf resmi dari pemerintah.

Luhut Binsar Pandjaitan: Indonesischer Minister für Politik
Menko Politik dan Ekonomi, Luhut Binsar PanjaitanFoto: picture alliance / dpa / I. Irham

Bola panas itu digulirkan Luhut saat Presiden Joko Widodo bertolak dalam misi bisnis ke Eropa. Di sana delegasi Indonesia sebisa mungkin berpegang pada agenda ekonomi dan menghindari isu Hak Azasi Manusia. Namun setibanya di Berlin, Jerman, rombongan presiden sudah disambut aksi demonstrasi yang antara lain digalang kelompok International People Tribunal 1965.

Dalam petisi yang diserahkan langsung kepada presiden, IPT65 menegaskan rekonsiliasi mustahil berhasil tanpa didahului langkah hukum untuk membuka dosa-dosa pelaku pembantaian.

rzn/ap (dari berbagai sumber)