1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Jokowi: Demi Kemakmuran, Kita Harus Mau Sakit Dulu

25 September 2018

Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya pemerataan pembangunan, meski dibiayai lewat utang. Menurutnya ketimpangan infrastruktur di luar Jawa memangkas daya saing Indonesia.

https://p.dw.com/p/35RKn
Indonesien Präsident Joko Widodo Besuch in Papua
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Setpres

Pertaruhan Indonesia dengan membiayai pemerataan pembangunan infrastruktur lewat skema pinjaman luar negeri dianggap perlu. Presiden Joko Widodo menegaskan, kebijakan tersebut tidak hanya membidik ketimpangan, tetapi juga memperkuat pondasi pertumbuhan ekonomi di daerah.

"Kenapa kita harus bangun di Papua, di Maluku Utara, di NTT, kenapa kita harus bangun di Indonesia bagian Timur? Ya kita ini bernegara, bukan berbisnis, bukan berekonomi saja," katanya saat menghadiri acara peringatan hari ulang tahun ke-50 Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Senin, (24/9).

"Indonesia memiliki 17 ribu pulau. Saya lihat ketimpangan infrastruktur barat, tengah, timur, betul-betul sangat mencolok dan jurangnya sangat lebar sekali," imbuhnya.

Baca Juga: Studi: Proyek Infrastruktur Cina Pangkas Kesenjangan di Asia dan Afrika

Menurutnya tanpa infrastruktur yang baik maka Indonesia akan kesulitan untuk bisa bersaing dengan negara lain. "Bagaimana negara ini bisa bersaing, mempunyai competitiveness index yang baik, mempunyai daya saing yang baik kalau infrastruktur jalan seperti itu? Enggak akan mungkin," ucapnya merujuk pada infrastruktur jalan di Papua sebagai contoh.

Posisi Indonesia dalam Indeks Daya Saing Global membaik dalam beberapa tahun terakhir. Jika pada periode 2015-2016 Indonesia berada di peringkat 41 dari 137 negara, tahun lalu Indonesia bertengger di posisi 36, di atas Rusia, India dan Afrika Selatan.

Meski demikian infrastruktur hanya mewakili porsi kecil pada indeks tersebut. Kesiapan tenaga kerja mengadopsi teknologi baru misalnya merupakan indikator yang lebih penting.

Hal ini disadari oleh Jokowi. Saat ini pemerintah sedang giat mengembangkan pendidikan kejuruan yang lebih berorientasi pasar dan teknologi. Untuk itu Indonesia antara lain bekerjasama dengan Jerman yang dikenal lewat kualitas pendidikan vokasinya. "Mentalitas yang berani berkompetisi, mentalitas yang berani bersaing, jangan senang diproteksi, jangan senang dilindungi," kata Jokowi.

"Ini yang kita kurang. Ini yang harus kita perbaiki dan benahi. Ya memang kadang-kadang kita harus sakit dulu, pahit dulu. Jangan suka yang instan, jangan suka yang cepat-cepat, karena enggak ada sekarang yang instan itu. Apalagi negara sebesar ini, semua pasti ada prosesnya," tuturnya.

Baca Juga: Ambisi Infrastruktur Jokowi Bebani BUMN

Terutama di tengah perang dagang yang berkecamuk, ditambah krisis di Argentina dan Turki, Jokowi menegaskan pemerintah harus memperkuat konsolidasi dan koordinasi antar lembaga dan kebijakan moneter, fiskal, serta dunia usaha. Ia ingin mengirimkan isyarat ke pasar internasional bahwa Indonesia adalah mitra yang serius.

"Negara ini sekarang memerlukan itu. Kalau membangun trust dan market confidence agar dunia internasional juga pasar dalam negeri percaya bahwa kita memiliki sebuah keseriusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di negara ini,"

rzn/yf