1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Jokowi Ditekan Bebaskan Abu Bakar Ba'asyir

1 Maret 2018

Desakan terhadap Presiden Joko Widodo untuk memberikan pengampunan kepada Abu Bakar Ba'asyir kian menguat. Pemberian grasi terhadap terpidana teror itu dinilai layak atas dasar kemanusiaan.

https://p.dw.com/p/2tV8n
Terpidana teror, Abu Bakar Ba'asyir
Terpidana teror, Abu Bakar Ba'asyirFoto: Reuters/D. Whiteside

Desakan tersebut awalnya dilayangkan Ketua MUI Ma'ruf Amin. "Beliau sakit diperlukan supaya diobati, kemudian juga diberikan semacam kalau bisa dikasih grasi. Ya itu terserah Presiden," katanya usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Kondisi kesehatan terpidana teror Abu Bakar Ba'asyir belakangan dilaporkan kian memburuk. Atas anjuran Ma'ruf Amin, Presiden Joko Widodo mengizinkan pengasuh pondok pesantren Al-Mukim Ngruki itu meninggalkan penjara Gunung Sindur di Bogor untuk dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Ba'asyir dikabarkan mengalami pembengkakan pada kakinya. "Ya ini kan sisi kemanusiaan juga, saya kira untuk semuanya. Kalau ada yang sakit, tentu saja kepedulian kita membawa ke rumah sakit untuk disembuhkan," kata Jokowi di Istana Negara, Kamis (1/3).

Namun izin berobat dinilai belum cukup. Istana negara kini didesak untuk memberikan pengampunan pada sosok yang terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung kegiatan terorisme di Indonesia itu.    

Baca: Abu Bakar Baasyir Dibaiat Islamic State

"Usul Kiai Ma'ruf ini sangat simpatik utamanya menimbang rasa kemanusiaan atas kondisi kesehatan Abu Bakar Ba'asyir yang secara usia sudah sangat sepuh, berada dalam penjara dengan ruang gerak sangat terbatas sehingga menyebabkan sakit akut dan perlu perawatan khusus," kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini seperti dilansir Detikcom.

Hal senada diungkapkan politisi Gerindra, Desmond Mahesa. "Lebih baik diberikan grasi dalam arti kan beliau sudah tua, sudah sakit-sakitan. Karena alasan kemanusiaan perlu dipertimbangkan. Jangan sampai orang yang hari ini sudah tua, tapi tidak ada pertimbangan-pertimbangan," ujarnya kepada wartawan.

Namun demikian pemberian grasi hanya bisa dipertimbangkan jika Abu Bakar Ba'asyir mengajukan permohonan  kepada Istana Negara. Hal ini ditepis oleh putranya Abdul Rohim Ba'asyir. Menurut dia ayahnya tidak akan mengajukan permintaan tersebut. Pada 2011 silam Ba'asyir menolak mengakui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan alasan putusan "berlandaskan hukum kafir dan melanggar Syariah Islam."

Sebab itu Abdul Rohim mendesak agar pengampunan diputuskan secara langsung oleh Presiden Jokowi. "Atau kalau umpamanya presiden memberikan amnesti, intinya kalau inisiatif itu datangnya dari presiden, kami akan senang sekali menerima," ujarnya kepada Detikcom.

rzn/hp (ap, detik, kompas, merdeka)