1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Jokowi Ingin Buat Kembaran Silicon Valley di Ibu Kota Baru

17 Desember 2019

Dalam kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (17/12), Presiden Joko Widodo ungkapkan keinginan agar ibu kota baru memiliki sejumlah klaster bertaraf internasional seperti di Silicon Valley, AS.

https://p.dw.com/p/3UwDb
Karte Indonesien Kalimantan ID

Presiden Joko Widodo mengungkapkan keinginannya agar Indonesia bisa memiliki pusat inovasi, riset, dan teknologi kelas dunia seperti di Silicon Valley. Rencananya, salah satu klaster di ibu kota negara baru nantinya akan dialokasikan untuk pusat inovasi.

"Kira-kira kalau bayangan kita itu kurang lebih kayak kalau di Amerika ada Silicon Valley," ujar Jokowi saat berdialog bersama para tokoh masyarakat, adat, dan agama Kalimantan Timur di Balikpapan, Selasa (17/12).

Selain klaster untuk riset dan teknologi, Jokowi juga mencita-citakan bahwa di ibu kota negara baru nantinya dibangun klaster lain seperti klaster pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan.

Namun ia menegaskan bahwa di ibu kota baru tidak akan ada klaster untuk industri atau pabrik.

"Jadi tidak ada yang namanya pindah ibu kota nanti di ibu kota ada pabriknya seperti kanan kiri Jakarta. Mungkin ada tambahan satu nanti pusat keuangan. Mungkin, itu kemarin masih kita hitung," jelasnya.

Baca juga: Cina Berinvestasi di Ibu Kota Baru Indonesia?

Untuk klaster pendidikan, Jokowi mengatakan nantinya akan ada universitas yang merupakan universitas kelas dunia. Dia berharap ada kerja sama dengan universitas atau perguruan tinggi lokal.

"Nanti klaster pendidikan ini kita harapkan ada sebuah kerja sama universitas, atau institut, atau perguruan tinggi di lokal yang akan kita nanti carikan partner karena memang yang ingin kita bangun di sini nanti adalah memang universitas yang kelasnya dunia dan tidak hanya satu. Mohon maaf tidak hanya satu. Bisa dua, bisa tiga, bisa empat, bisa lima," ungkapnya. 

Terkait klaster kesehatan, rencananya akan dibangun rumah sakit kelas dunia. Menurut Jokowi, kawasan ibu kota baru ini akan dirancang sebagai kawasan bersih dengan meminimalisasikan penggunaan kendaraan pribadi.

"Pertama memang di situ nanti tidak banyak mobil, tapi yang banyak adalah orang berjalan kaki. Kalau orang tidak suka berjalan kaki, yang kedua adalah orang naik sepeda. Kalau enggak mau naik sepeda, harus mau naik transportasi umum," tandasnya.

Baca juga: Tren Transportasi Perkotaan: Car Sharing Makin Populer di Jerman

Berharap ada perubahan pola pikir

Presiden berharap pemindahan ibu kota ini tidak sekadar memindahkan fisik kantor atau gedung pemerintahan dari Jakarta. Ia juga mengharapkan ada sebuah transformasi budaya kerja, sistem kerja dan pola pikir.

"Saya sudah sampaikan kepada menteri, agar kita install sistemnya. Sehingga waktu masuk birokrasi kita, sistem itulah yang nanti akan memberikan panduan sehingga bekerja kita lebih cepat dalam merespon setiap perubahan-perubahan," ucapnya.

Ia lalu menjelaskan berbagai faktor yang mendorong inisiatif memindahkan ibu kota negara dari Jakarta. Misalnya faktor penduduk Indonesia yang sudah mencapai 267 juta jiwa, di mana 56 persennya atau sekitar 149 juta jiwa hidup di Jawa.

Baca juga: Pengamat: Waspada Potensi Konflik Sosial Akibat Pemindahan Ibu Kota Negara

"PDB ekonomi itu 58 persen ada di Jawa, khususnya di Jakarta. Semua orang kalau urusan ekonomi berbondong-bondongnya pasti semuanya ke Jawa, lebih khusus lagi ke Jakarta. Sehingga Jakarta semakin hari tidak semakin longgar tetapi semakin padat karena memang penduduknya datang dari seluruh penjuru tanah air," paparnya.

Menurut Presiden, lahan ibu kota baru nanti akan mencakup kurang lebih 193 ribu hektare. Meski demikian, Gubernur Kalimantan Timur telah menyiapkan lahan sekitar 410 ribu hektare untuk kepentingan jangka panjang.

"Itu memang konsesi-konsesi HTI (hutan tanaman industri) yang sudah diberikan kepada perusahaan dan kita minta kembali, karena itu adalah hak milik negara," jelasnya.

ae/hp (biro setpres)