1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Jokowi Ingin Ganti ASN dengan Kecerdasan Buatan

28 November 2019

Presiden Indonesia Joko Widodo pada hari Kamis (28/11) meminta lembaga pemerintah untuk menghapus dua jajaran pegawai negeri pada tahun 2020 dan menggantikan peran mereka dengan kecerdasan buatan.

https://p.dw.com/p/3TtA2
International Import Expo
Foto: picture-alliance/dpa/K. Wei

Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan ini di hadapan para pemimpin perusahaan sewaktu menyusun agenda jangka kedua yang bertujuan mengubah struktur ekonomi Indonesia dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam.

Selama ini ada empat eselon di tingkatan pemerintahan sipil, yaitu eselon I, II, III dan IV. Jokowi pun berencana untuk mengganti eselon III dan IV dengan kecerdasan buatan.

Sedangkan aparat yang bersangkutan nantinya akan diberikan jabatan yang bersifat fungsional.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia harus beralih ke manufaktur canggih, seperti kendaraan listrik dan menggunakan bahan baku seperti batu bara dan bauksit di industri itu dan bukannya hanya untuk diekspor.

Transformasi seperti itu dinilai akan membutuhkan investasi asing dan Jokowi mengatakan dia akan meningkatkan iklim bisnis dengan memperbaiki puluhan aturan yang tumpang tindih dan memotong birokrasi.

Baca juga: Kecerdasan Buatan: Jerman Paling Hebat Sedunia

Perbaiki alur birokrasi

"Saya telah memerintahkan menteri (pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi) untuk menggantikan mereka dengan AI. Birokrasi kita akan lebih cepat dengan AI," katanya, merujuk pada kecerdasan buatan. Namun, dia menambahkan rencana ini akan membutuhkan persetujuan DPR.

Jokowi tidak merinci lebih lanjut terkait peran mana yang akan dihapus atau bagaimana teknologi ini akan digunakan. Ia juga mengatakan bahwa rencana ini masih harus dibicarakan dengan DPR.

Baca juga: Direktur EKONID: Aturan Berbisnis di Indonesia Membingungkan Investor

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini pada sekitar 5,04 hingga 5,05 persen, lebih rendah dari target 5,3 persen karena perlambatan ekonomi global.

ae/ts  (Reuters, kompas.com)