1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jokowi Pamer Prestasi, Prabowo Kritik Inefisiensi dan Utang

17 Februari 2019

Debat antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto diawali dengan pertanyaan seputar infrastruktur. Ketika petahana membeberkan prestasi, Prabowo membidik inefisiensi dan pembekakan utang akibat kebijakan yang "grasa-grusu".

https://p.dw.com/p/3DXLv
Indonesische Präsidentschaftswahlen TV-Debatte Joko Widodo und Prabowo Subianto
Foto: Imago/ZUMA Press/A. Irawan

Presiden Joko Widodo membuka debat kali ini dengan membeberkan prestasi pemerintah. Dalam tiga tahun, katanya, dana desa senilai Rp. 187 trilyun antara lain menghasilkan 181.000 km jalan di desa dan 58.000 unit irigasi, kata dia.

"Terimakasih pada petani jagung", imbuh Jokowi lantaran peningkatan produksi jagung nasional. Klaimnya jika di awal masa pemerintahannya Indonesia masih mengimpor 3,5 juta ton jagung, tahun lalu jumlahnya sudah menyusut menjadi 180.000 ton. 

Ihwal lingkungan hidup pemerintah dinilainya juga berhasil meredam fenomena kebakaran hutan. Dia berjanji akan mengurangi "pencemaran sampah plastik di sungai dan di laut."

Kendati penurunan impor oleh Uni Eropa, Jokowi tetap ingin meningkatkan produksi biodiesel berbasis kelapa sawit, dari B20 yang diproduksi saat ini menjadi B100 atau biodiesel murni.

Saat menjawab pertanyaan pertama, Jokowi membeberkan rencana pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun pernyataan petahana dibantah Prabowo Subianto. "Saya menghargai niat Jokowi dalam membangun infrastruktur," ujarnya mengawali kritik.

"Tim pak Jiokowi bekerjanya kurang efisien. Banyak proyek infrastruktur dilaksanakan dengan grasa-grusu," imbuhnya, sebelum menambahkan. "Infrastruktur harus untuk rakyat. Jangan jadi monumen, tapi tidak dimanfaatkan. Sebagai contoh LRT di Palembang dan bandara udara Kertajati."

Jawaban Jokowi membantah anggapan Prabowo bahwa sejumlah proyek tidak memiliki studi kelayakan, "karena sudah direncanakan lama. Semua ada."

Menurutnya mendorong penduduk agar meninggalkan kebiasaan lama dalam memilih moda transportasi tidak mudah. Padahal tersebut keberhasilan proyek transportasi massal pemerintah bergantung, kata dia.

"Semua butuh waktu. Memindahkan budaya yang senang naik mobil sendiri, kemudian masuk ke transportasi massal, butuh 10 sampai 20 tahun." Ditambahkannya, "Jadi kalau belum ramai yang memakai ya karena baru empat sampai enam bulan," kata dia

Dalam pertanyaan selanjutnya Prabowo kemudian mengingatkan petahana ihwal pembekakan utang akibat maraknya proyek infrastruktur. Menurutnya beban yang tercipta masih lebih besar ketimbang manfaat yang didapat.

"Masalah biaya untuk pembangunan dimana kita sekarang utang, ini akan berdampak pada efisiensi infrastruktur tersebut", kata dia. "Kita harus cadangankan biaya bagi yang tanahnya diambil. Inilah pendekatan kerakyatan sehingga ada nilai tambah bagi ekonomi kita, biar bagaimanapun bayar utang menambah beban ekonomi kita."

Menanggapi pembangunan bandar udara dan tol, jurnalis senior Dandhy Laksono, mengingatkan dosa lingkungan yang tercipta dari proyek tersebut. "Jokowi mengabaikan fakta bahwa bandara Kertajati dan Kulon Progo diwarnai penggusuran paksa, atau kasus di ruas tol Batang (petani Kendal) dan Probolinggo."

rzn/ap