1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kabinet Palestina Dibubarkan

14 Februari 2011

Palestina menghadapi guncangan politik besar menjelang pemilu yang akan digelar September. Kabinet yang dipimpin PM Salam Fayyad mengundurkan diri Senin ini (14/02).

https://p.dw.com/p/10Gyo
PM Palestina Salam FayyadFoto: AP

Fayyad menyampaikan pengunduran dirinya kepada Presiden Mahmud Abbas yang dengan segera menunjuk ia kembali sebagai perdana menteri dan memintanya untuk membentuk kabinet baru. Seperti dikukuhkan kantor Presiden di Ramallah, Fayyad punya waktu tiga minggu untuk menyusun kabinet baru, dengan opsi dua minggu perpanjangan waktu, jika dibutuhkan.

Abbas sejak lama berada di bawah tekanan dari partainya sendiri, Fatah, untuk memasukkan lebih banyak anggota ke dalam pemerintahan. Ke-21 anggota kabinet yang baru dibubarkan, kebanyakan teknokrat dan non-partai. Fayyad sendiri seorang politisi independen.

Sebagian pihak menilai, langkah pembubaran dan pembentukan kabinet tampaknya merupakan bagian dari upaya pemerintah otoritas Palestina untuk memuaskan dahaga publik akan perubahan dan untuk menambah legitimasi, mengingat pada apa yang terjadi di Mesir dan Tunisia. Namun, rencana untuk merombak kabinet sebetulnya sudah diumumkan Abbas akhir November 2010, ketika ia mengkonfirmasi bahwa Fayyad akan tetap di jabatan perdana menteri yang ia pegang sejak 2007.

Kabinet baru akan bertugas mengentaskan tahap akhir rencana dua tahun pperdana menteri untuk membangun institusi pemerintahan, yang diharapkan selesai bulan Agustus. Pemerintahan baru juga akan melaksanakan rencana untuk menggelar pemilu presiden dan parlemen, September tahun ini.

Tenggat waktu itu diumumkan komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, PLO, akhir pekan lalu. Sebelumnya kabinet juga menyetujui rencana pelaksanaan pemilu tingkat daerah, tanggal 9 Juli. Namun kedua pengumuman itu ditolak tegas oleh Hamas yang berkuasa di Gaza. Prosedur itu cacat karena Presiden Abbas tak punya legitimasi dan tidak layak untuk mengorganisir pemilu semacam itu, kata juru bicara Hamas Fawzi Barhum. Perintah Abbas agar PM Fayyad segera membentuk kabinet baru, disebut ilegal oleh Hamas.

Selama bertahun-tahun, organisasi militan Hamas berseteru dengan pemerintahan Abbas di Ramallah, yang didominasi gerakan sekuler Fatah. Hamas, yang merebut Jalur Gaza tahun 2007 dan mengusir pasukan Fatah setelah sepekan pertumpahan darah, menolak untuk mengakui otoritas Abbas, sejak masa jabatannya sebagai presiden berakhir, Januari 2009. Periode Abbas diperpanjang tanpa batas waktu, sampai terlaksananya pemilu baru, guna mencegah kekosongan politik.

Namun, penolakan Hamas untuk ikut berartisipasi atau mengakui pemilu yang diserukan Abbas, telah mentorpedo rencana untuk menggelar pemilu nasional Januari 2010 dan pemilu lokal bulan Juli. Hamas berkeras pemilu harus digelar di Tepi Barat.

Upaya merukunkan Hamas dan Fatah, yang dipelopori oleh Mesir, sejauh ini tidak membawa hasil, dengan resolusi yang makin kabur setelah jatuhnya Presiden Husni Mubarak Jumat (11/02).

Renata Permadi/ afp/dpa

Editor: Hendra Pasuhuk