1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

121010 Gesundheit Klimawandel

21 Oktober 2010

Untuk kedua kalinya di Berlin diselenggarakan Konferensi Puncak Kesehatan Dunia. Ratusan delegasi bertemu di Rumah Sakit Charite Berlin tempat digelarnya konferensi kesehatan dunia tersebut.

https://p.dw.com/p/PkGR
Apa dampak smog yang menyelimuti Moskow musim panas lalu bagi kesehatan?Foto: picture alliance/dpa

Dalam Konferensi Puncak Kesehatan Dunia di Berlin pekan lalu di antara pembicara terdapat pemenang hadiah Nobel Francoise Barré-Sinoussi dan Luc Montaignier dari Perancis, serta Ada E. Yonath dari Israel. Tapi selain para pakar dari dunia medis juga para pakar iklim hadir sebagai pembicara, antara lain Direktur Institut penelitian iklim di Potsdam Hans-Joachim Schellnhuber.

Gelombang panas yang luar biasa pada musim panas lalu menerpa ibukota Rusia Moskow. Selama beberapa pekan suhu udara tidak turun dari 30 derajat. Tapi seberapa besar pengaruh gelombang panas dan kebakaran hutan serta semak di kawasan sekitar Moskow bagi kesehatan manusia, sampai saat ini belum diketahui.

Tidak ada data yang dapat diandalkan untuk itu. Demikian dikatakan pakar iklim Hans Joachim Schellnhuber, Direktur Institut penelitian iklim di Potsdam. Sebaliknya untuk gelombang panas yang melanda Eropa Barat tahun 2005 tersedia datanya. Di Perancis saja antara musim liburan Juli dan Agustus lima tahun lalu 75 ribu orang lanjut usia meninggal akibat dampak gelombang panas. Perubahan iklim, diyakini ilmuwan Jerman Schellnbuber, memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan global.

"Dampak terburuk akan terasa di negara-negara berkembang. Sungguh ironi yang mengherankan, karena pemanasan global dipicu negara-negara di kawasan Utara yang melakukan pemanasan dengan batu bara. Tapi dalam skenario moderat perubahan iklim, kawasan itu justru menarik keuntungan dari perubahan iklim. Pemanasan suhu global dua derajat celcius akan berguna bagi Skandinavia, Kanada dan Siberia. Tapi negara-negara yang tidak bersangkut paut dengan pemanasan global, yang tidak memiliki tanggung jawab historis untuk itu, berada di kawasan yang panas dan di sana suhunya akan semakin panas. Itu sangat tidak adil, tapi itulah realitasnya."

Tymothy Evans, pakar untuk kesehatan publik pada Universitas Dhaka di Bangladesh membenarkan hal itu. Pengaruh perubahan iklim dikenalnya dari pengamatan secara langsung. Dalam laporan yang disampaikannya pada pertemuan puncak kesehatan dunia di Berlin, di Asia siklon dan intensitas siklon serta hujan muson berubah. Banjir yang baru-baru ini melanda Pakistan dan kerusakan yang disebabkan topan Nargis di Birma dua tahun lalu merupakan dampak perubahan iklim tersebut. Juga Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia menderita akibat bencana banjir yang melanda negara itu secara teratur.

"Di Bangladesh produksi pertanian mengalami penurunan dengan cepat akibat meningkatnya kadar garam pada tanah, yang terjadi di kawasan-kawasan yang dulunya sangat subur. Dampaknya adalah kemampuan para petani menghidupi dirinya sendiri menurun secara dramatis. Masalah pangan dan pengangguran mendorong masyarakat melakukan pekerjaan yang seringkali riskan untuk kesehatan."

Jika tidak ada upaya global yang dilakukan secara memadai untuk mencegah pemanasan global, suhu bumi sampai tahun 2200 dapat meningkat sampai 8 derajat celcius. Dijelaskan pakar iklim Schellnhuber

"Dalam skenario yang skenario yang tidak terlalu besar kemungkinannya, tapi juga bukan skenario yang tidak mungkin terjadi, banyak kawasan di dunia tidak lagi dapat dihuni. Secara fisiologis tidak lagi memungkinkan mempertahankan tingkat suhu badan dapat agar dapat bertahan hidup."

Namun dampak perubahan iklim terhadap kesehatan global masih belum diselidiki secara luas. Di Amerika Serikat para ilmuwan menyodorkan sebuah laporan yang meneliti masalah kesehatan yang dipicu oleh dampak pemanasan global. Demikian diutarakan Francis Collins, Direktur Kesehatan Nasional Amerika Serikat

"Laporan tersebut dapat dibaca di internet sejak April 2010 dan berisi bab-bab yang berkaitan dengan penyakit asma, kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah serta mengenai makanan. Juga mengenai kematian akibat suhu panas, gangguan mental, penyakit-penyakit syaraf, penyakit infeksi seperti demam berdarah dengue, penyakit yang ditularkan melalui air dan juga penyakit-penyakit serta kasus kematian yang berkaitan dengan cuaca."

Dengan mengacu pada daftar panjang tersebut Collins menyampaikan semakin mendesak untuk dilakukannya penelitian kaitan antara perubahan iklim dan masalah kesehatan di dunia. Bersama ratusan koleganya dari seluruh dunia direktur badan kesehatan Amerika Serikat tersebut juga ambil bagian dalam pertemuan puncak kesehatan dunia kedua yang digelar di Berlin pekan lalu. Sasaran pertemuan itu adalah membahas tantangan global terpenting untuk penelitian kedokteran dan pelayanan kesehatan berkaitan dengan terjadinya perubahan iklim global.

Bettina Marx/Dyan Kostermans

Editor: Setiawan