1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kalah Pemilu Sela Obama Harus Ubah Sikap

4 November 2010

Era reformasi dari Barack Obama kini sudah berakhir. Kelompok ultra konservatif dengan gerakan Tea Party-nya seolah menyuntikkan darah segar kepada partai Republik.

https://p.dw.com/p/PyU2
Mantan Gubernur Alaska, Sarah Palin menjadi salah satu motor gerakan Tea Party yang mendongkrak perolehan suara Partai Republik.Foto: AP


Kekalahan Partai Demokrat dari presiden Barack Obama dalam pemilu sela atau midterm-elections untuk memilih Kongres baru AS, tetap menjadi tema komentar dalam tajuk harian-harian internasional.

Harian liberal kiri Spanyol El Pais yang terbit di Madrid dalam tajuknya berkomentar : Kekalahan telak partai Demokrat memperlemah posisi presiden Barack Obama dan menghambat rencana politiknya. Situasi kedodoran semacam itu seolah menjadi tradisi di AS. Juga Bill Clinton atau Ronald Reagan mengalaminya. Akan tetapi dalam tema Obama terlihat amat mencolok, betapa cepat pamor politiknya luntur. Kongres kini berada di bawah kendali partai Republik. Proses pembuatan undang-undang lumpuh total. Tapi presiden Obama masih punya waktu, untuk memperbaiki kesalahannya. Hanya saja dipertanyakan, apakah ia juga masih memiliki ruang gerak politik yang diperlukannya.

Harian konservatif Perancis Le Figaro yang terbit di Paris berkomentar : Kegagalan Barack Obama dalam pemilu sela sebetulnya tidak mengejutkan. Kejutan besar dalam pemilu sela kali ini adalah tampilnya gerakan yang menamakan dirinya Tea Party. Gerakan ini memberikan suntikan darah segar kepada partai Republik, serta membuat orang melupakan warisan kontroversial dari George W.Bush. Presiden Obama juga sudah mengulurkan tangannya kepada partai Republik. Ini sebuah langkah pertama menuju ke haluan tengah. Sukses upaya Obama untuk mempertahankan jabatannya, amat tergantung dari kemampuannya meraih dukungan oposisi bagi rencana-rencananya. Setelah peranan Obama sebagai kandidat dan corong suara rakyat, kini Obama harus memainkan peranannya sebagai seorang tokoh politik.

Juga harian Belanda De Volkskrant yang terbit di Amsterdam, dalam tajuknya menulis, Obama harus mengubah diri. Presiden Obama ibaratnya disadarkan, bahwa ia tidak banyak mengurusi kepentingan nyata warganya dan lebih banyak menggeluti reformasi yang abstrak. Yang hasilnya baru dapat dilihat bertahun-tahun kemudian. Lihat saja reformasi sistem kesehatan yang tidak populer. Obama memandang negara sebagai pembuat solusi bagi seluruh masalah. Padahal banyak warga Amerika mencurigai kewenangan negara semacam ini. Ketidak percayaan rakyat, memicu merosotnya hasil pemilu bagi partainya. Hal ini tidak berarti membuat Gedung Putih lumpuh, seperti telah ditunjukkan oleh penguasa sebelumnya. Akan tetapi pesannya harus dijabarkan dalam tampilannya di masa depan. Obama harus mengubah gaya dan mentalitasnya, agar jangan sampai pada bulan Januari 2013 ia harus hengkang dari Gedung Putih.

Terakhir harian Austria Kurier yang terbit di Wina berkomentar : Setelah kekalahan besar, akibat pemilih di Amerika menghukum presidennya dan partai Demokrat kehilangan mayoritasnya di Kongres, Obama akan berusaha agar dapat mempertahankan jabatannya hingga periode kedua. Tapi dalam dua tahun mendatang, presiden yang dilemahkan itu, harus menunjukkan hasil nyata. Obama juga harus menghadapi kelompok ultra-konservatif Tea Party, yang dalam pemilu sela dapat memantapkan sejumlah kandidatnya sebagai kekuatan politik di Kongres. Dari mereka tidak dapat diharapkan usulan konstruktif, kompromi atau juga karya politik yang bagus. Untunglah, banyak warga AS masih memandang, kandidat paling radikal dari Tea Party, sebagai tidak dapat diterima dan tidak layak duduk di Kongres.

AS/AR/dpa/afpd