1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan Pengadilan

Kasus Adi Saputra Indikasi Perilaku Buruk Berkendara

8 Februari 2019

Ulah Adi Saputra mengamuk saat ditilang polisi jadi potret pengendara di Indonesia yang kerap tak hiraukan aturan berlalu lintas. Bukan hanya Adi, tak jarang kita menemui pengemudi tanpa helm, dan tidak memiliki SIM.

https://p.dw.com/p/3D1RU
BdT Elektro-Polizeimotorräder in Osnabrück
Foto: picture-alliance/dpa/F. Gentsch

Adi Saputra mengamuk tak terkendali saat ditilang polisi. Aksinya di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan pada hari Kamis (07/02) terekam kamera warga dan menjadi viral di media sosial. Polisi menilang pria berusia 20 tahun itu karena ia kedapatan berkendara melawan arus dan tidak memakai helm. Setelah diperiksa, Adi ternyata tidak memiliki SIM dan STNK.

Dari rilis kasus yang digelar Polres Tangerang Selatan hari Jumat (08/02) diketahui bahwa polisi menetapkan Adi sebagai tersangka dalam kasus dugaan penadahan. Kapolres Tangsel AKBP Ferdi Irawan mengatakan pelat nomor motor Adi Saputra diduga kuat palsu.

Rumitnya aturan berkendara di Jerman

Bila dibandingkan dengan Jerman, maka aturan untuk mendapatkan SIM jauh lebih berat. Calon pengemudi bukan hanya harus kursus untuk belajar mengoperasikan kendaraannya, namun juga harus mengikuti kelas teori. Jumlahnya 12 kali pertemuan dengan durasi 1,5 jam. Total kedua kelas tersebut harus memenuhi 25-45 jam pelajaran instruksi. Jika sudah melewati proses ini, maka calon penerima SIM harus mengikuti ujian yang meliputi aturan berkendara, rambu lalu lintas, kosa kata, dan teori lainnya. 

Tak hanya harus menginvestasikan waktu, calon pengemudi juga harus membayar biaya pembuatan SIM hingga mencapai 1.500 Euro atau sekitar 24 juta Rupiah. Jika sudah begini, tak mungkin lagi ada yang nekat membakar surat resmi tanpa berpikir dua kali.

Bila untuk mendapatkan SIM mobil ada  batas umur 18 tahun ke atas, maka untuk bisa bersepeda di Jerman pelajarannya sudah dimulai sejak di Sekolah Dasar. Anak-anak dengan ketat diajarkan pentingnya mematuhi peraturan di jalan raya serta tanggung jawab berkendara. Mulai dari keharusan memakai helm, serta batas kecepatan yang dibatasi sekitar 30 km/jam. 

Baca juga: Apa Kata Netizen Soal Motor di Jalan Bebas Hambatan

Tak bisa kendali, tilang menanti

Bila kasus seperti Adi Saputra terjadi di Jerman, yakni kedapatan berkendara melawan arus, tidak memakai helm, serta tidak memiliki SIM dan STNK, maka pengemudi harus siap dengan tagihan denda bukan kepalang. Di Jerman, lembaga yang bertaggung jawab atas izin mengeluarkan SIM, pelat nomor hingga data pelanggaran berkendara dihimpun di kantor lalu lintas atau Straßenverkehrsamt.

Sistem tilang di Jerman juga menerapkan poin. Pelanggaran ringan mendapat satu hingga empat poin, sementara pelanggaran berat bisa dikenai lebih dari lima poin yang tercatat dalam rekaman berkendara sampai 10 tahun. Jika pengendara motor ingin mengurangi nilai buruk itu, ia harus mengikuti kelas keselamatan berkendara kembali.

Tak hanya polisi yang mengawasi para pengguna jalan, kamera juga dikerahkan di setiap sudut jalan untuk mengawasi tingkah para pengendara. Mulai dari menangkap pengemudi yang berkendara melewati kecepatan, hingga melanggar lampu merah. Jika kamera merekam nomor pelat kendaraan, maka polisi sudah mengetahui data pribadi pemilik, dan surat tagihan pun akan dikirim langsung ke rumah pengemudi.

Pelanggaran lalu lintas bisa juga berujung ke penjara jika dianggap membahayakan nyawa pengguna jalan serta merusak falisilas jalan. Misalnya seperti mengonsumsi alkohol dan obat, meninggalkan lokasi kecelakaan dan melewati jalur secara ilegal, seperti mutar balik kendaraan tidak sesuai tempat, atau berkendara ugal-ugalan sambil melewati batas kecepatan.

ts/hp (dari berbagai sumber)