1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialAsia

Kasus Corona Terus Meningkat, Keselamatan Rakyat Jadi Fokus

11 September 2020

Kasus baru dan angka kematian COVID-19 di Indonesia terus bertambah, begitu pula dengan gugurnya tenaga medis. Sejumlah pihak minta PSBB diterapkan kembali secara luas untuk menahan laju penyebaran.

https://p.dw.com/p/3iKmH
Virus Corona | Surabaya
Para petugas kesehatan tengah memakamkan jenazah pasien COVID-19 di Surabaya, Jawa TimurFoto: picture-alliance/Zumapress/Sijori Images

Kasus baru dan angka kematian COVID-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan setiap harinya. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan COVID-19, pada hari Jumat (11/09) jumlah kasus postif COVID-19 sudah nyaris menyentuh 211 ribu kasus. Infeksi harian tercatat ada 3.737 kasus.

Selain itu, tercatat sedikitnya 8.544 kasus meninggal dunia atau 4,05 persen dari total kasus yang ada. Presentase tersebut melebihi rata-rata kasus kematian di dunia, yakni 3,24 persen. Lebih 150 ribu pasien sejauh ini telah dinyatakan sembuh.

Sehari sebelumnya, Kamis (10/09), Indonesia sempat memecahkan rekor kasus baru harian tertinggi yakni sebanyak 3.861 kasus baru. Meski begitu, Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito menyampaikan bahwa persentase kasus aktif di Indonesia masih berada di bawah rata-rata dunia dengan kisaran 24,7 persen. Rata-rata dunia berada di kisaran 25,04 persen.

“Terlihat bahwa beberapa waktu terakhir ini penambahan kasus positifnya selalu meningkat dan cukup tinggi, dan perlu menjadi perhatian kita semuanya, pemerintah daerah dan seluruh masyarakat untuk mengendalikan kasusnya lebih baik,” ungkap Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan langsung di akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (10/09).

Prof. Wiku Adisasmito
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof. Wiku AdisasmitoFoto: Humas BNPB

Disebutkan ketersediaan tempat di rumah sakit untuk merawat pasien COVID-19 juga semakin terbatas. Kapasitas tempat tidur di tujuh RS rujukan COVID-19 di Jakarta telah terisi penuh. Tempat tidur ruang isolasi maupun ruang perawatan intensif (ICU) di 46 RS rujukan COVID-19 lainnya telah terisi 60 persen.

“Untuk ICU dan ruang isolasi di DKI Jakarta per 8 September 2020 di tujuh dari 67 RS rujukan COVID-19, atau 10,5 persen, sudah penuh 100 persen,” ujar Wiku.

DKI Jakarta menjadi provinsi yang mencatat kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia, yakni lebih dari 50.600 kasus. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengumumkan penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 14 September mendatang.

Jumlah dokter yang gugur bertambah

Selain itu, jumlah tenaga medis yang meninggal juga bertambah. Berdasarkan data dari Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) per tanggal 10 September 2020, tercatat 109 dokter tersebar di seluruh wilayah Indonesia meninggal dunia akibat virus SARS-CoV-2 ini. Jawa Timur (29 dokter), Sumatera Utara (20 dokter), dan DKI Jakarta (13 dokter) menjadi provinsi dengan angka kematian dokter tertinggi.

Kepada DW Indonesia, Wakil Ketua Umum IDI, Adib Khumaidi, menjelaskan bahwa para dokter yang gugur diketahui terpapar virus corona dari para pasien mereka.

"Terpaparnya para dokter bisa terjadi saat menjalankan pelayanan, baik itu pelayanan yang langsung menangani pasien Covid di ruang-ruang perawatan (isolasi maupun ICU), atau dari tindakan medis yang ternyata belakangan diketahui kalau pasiennya mengalami Covid, ataupun pelayanan non-medis seperti dari keluarga dan komunitas,” terang Adib melalui pernyataan tertulisnya, Jumat (11/09).

“Gambaran ini menunjukkan bahwa pekerjaan dokter saat ini memiliki risiko yang sangat tinggi untuk terpapar Covid disamping juga angka OTG yang tinggi," sambungnya.

Terapkan kembali PSBB

Semakin tidak terkendalinya pandemi COVID-19 di Indonesia jadi perhatian para aktivis. Koalisi Masyarakat Sipil yang antara lain terdiri dari Koalisi Warga Lapor COVID-19, ICW, WALHI, hingga YLBHI, menyerukan Presiden Joko Widodo untuk serius dalam menangani penyebaran COVID-19 di Indonesia.

“Kami meminta Presiden Joko Widodo, menunjukkan komitmen kuat untuk memenuhi janji pernyataannya dengan melakukan tindakan nyata guna mengendalikan penularan COVID-19, melalui pembatasan sosial yang ketat, serta melakukan tes, lacak, dan isolasi dengan masif,” terangKetua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, dalam keterangan tertulis kepada DW Indonesia, Jumat (11/09).

Menurutnya, penerapan PSBB oleh provinsi DKI Jakarta perlu diikuti daeah-daerah lain demi  menahan laju penyebaran virus corona di Indonesia.

“Pembatasan dengan ketat seharusnya juga dibelakukan di daerah-daerah yang yang saat ini mengalami peningkatan wabah dan jumlah korban, namun angka kasus riilnya sulit diprediksi karena jumlah tes yang jauh di bawah standar,” paparnya.

Asfinawati meminta Presiden Jokowi untuk tidak mengesampingkan perlindungan kesehatan dan keselamatan rakyatnya dengan dalih kepentingan ekonomi.

“Diwujudkan dengan meminta seluruh jajaran menteri dan tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19 untuk secara konkret membuat dan melaksanakan kebijakan penanganan Covid-19 dengan mengutamakan perlindungan kesehatan, sebelum mempercepat kegiatan perekonomian seperti masa pra-pandemi,” terangnya.

Setali tiga uang dengan Asfinawati, epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mendorong pemerintah untuk kembali menerapkan PSBB. Pandu menilai bahwa penerapan kembali PSBB merupakan langkah yang tepat untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.

“Pakai akal sehat & hati nurani, PSBB itu tidak mematikan ekonomi!” tulis Pandu lewat Twitter-nya, Jumat (11/09).

Menjadi perhatian global

Tingginya kasus baru dan jumlah kematian COVID-19 di Indonesia menjadi perhatian global. Musababnya, sebayak 59 negara telah memutuskan untuk menutup gerbangnya bagi Warga Negara Indonesia (WNI), antara lain Selandia Baru, Italia, Spanyol, Portugal, India, UEA, Oman, Rusia, Denmark, hingga Amerika Serikat.

Sebelumnya, laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (09/09) menyoroti keterbatasan jumlah tes nasional, yang dinilai WHO belum mencapai separuh dari ambang minimal, yaitu 1 per 1.000 penduduk per minggu.

Wakil Ketua Umum IDI, Adib Khumaidi, mengimbau pemerintah agar dapat menindak tegas masyarakat yang kedapatan tidak patuh terhadap protokol kesehatan, sekaligus “memberikan contoh dengan melakukan protokol kesehatan” dalam aktifitas sehari-hari.

“Peningkatan upaya preventif dengan penerapan protokol kesehatan dengan melibatkan kelompok sosial masyarakat sebagai kontrol menjadi satu prioritas untuk menekan laju penyebaran virus,” pungkas Adib.

rap/hp (dari berbagai sumber)