1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Kasus Positif Corona di Dunia Tembus 1 Juta Orang

3 April 2020

Universitas Johns Hopkins di AS menyebutkan bahwa jumlah infeksi COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai rekor satu juta orang. Sementara, puluhan juta orang di seluruh dunia kehilangan pekerjaan akibat pandemi ini.

https://p.dw.com/p/3aOAV
Petugas membawa kantong jenazah di sebuah truk dari Brooklyn Center
Foto: picture-alliance/dpa/AP/J. Minchillo

Wabah virus corona telah membuat 10 juta warga Amerika Serikat (AS) kehilangan pekerjaan hanya dalam waktu dua minggu, dan menjadikannya sebagai masalah paling parah di sektor pasar kerja AS.

Para ekonom telah memperingatkan bahwa tingkat pengangguran dapat mencapai level yang tidak terbayangkan sejak wabah COVID-19 menyebar. Sementara di sisi lain, kebutuhan untuk ventilator dan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis semakin langka. Angka kematian akibat COVID-19 pun disebut terus meningkat dan kota New York menjadi wilayah paling 'mematikan' di AS, dengan hampir 2.400 orang meninggal dunia akibat COVID-19.

Infeksi di seluruh dunia capai 1 juta orang

Data dari Universitas Johns Hopkins di AS menunjukkan bahwa jumlah infeksi COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai rekor satu juta orang, dengan lebih dari 50.000 kematian.  Meski angka sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi karena kurangnya alat pengujian, banyak kasus terinfeksi COVID-19 ringan yang tidak dilaporkan dan kemungkinan beberapa negara menutupi tingkat wabah mereka.

Sementara itu, ekonomi yang semakin terpuruk hampir pasti menandakan dimulainya resesi global atau kelesuan di sektor ekonomi dunia, dengan banyaknya orang kehilangan pekerjaan.

"Kecemasan saya memuncak, tidak tahu apa yang akan terjadi,’’ ujar Laura Wieder, mantan manajer bar olahraga di Bellefontaine, Ohio, yang diberhentikan dari pekerjaannya karena tempat tersebut telah ditutup.

Sebuah jajak pendapat dari The Associated Press-NORC Center untuk Penelitian Urusan Publik menunjukkan bahwa sekitar setengah dari keseluruhan warga AS yang saat ini masih bekerja di tengah pandemi COVID-19, melaporkan tentang berkurangnya penghasilan mereka. Sementara, orang miskin dan mereka yang tidak memiliki gelar sarjana, disebut menjadi kelompok yang paling rentan kehilangan pekerjaan.

Rumah pemakaman di New York
Rumah pemakaman di New York, AS kewalahan menampung peti jenazah korban meninggal akibat COVID-19Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Lennihan

Rumah pemakaman kewalahan

Krisis kesehatan di kota New York juga semakin ‘terpukul’ ketika rumah pemakaman atau tempat jenazah dipersiapkan untuk dikubur atau dikremasi, harus menampung 185 peti jenazah pada Kamis (2/4), tiga kali lipat dari kapasitas normal.

Dengan lebih dari 240.000 orang terinfeksi COVID-19 di AS dan jumlah kematian melampaui 5.800 orang, Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA) tengah meminta Pentagon untuk mengirim 100.000 kantong jenazah karena kemungkinan rumah pemakaman akan kewalahan.

Pada Kamis (2/4), rumah pemakaman Daniel J. Schaefer di Sunset Park, Brooklyn kedatangan 185 kantong jenazah, padahal di hari normal menampung sekitar 40 hingga 60 kantong.

Bahkan pemilik rumah pemakaman Pat Marmo yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa ia sampai memohon pihak keluarga yang hendak menguburkan anggota keluarganya yang meninggal, untuk sebisa mungkin menahannya di rumah sakit.

‘’Ini adalah keadaan darurat,’’ ujarnya. ‘’Kami butuh bantuan.’’

Jutaan kehilangan pekerjaan dan ancaman kelangkaan obat

Setidaknya satu juta orang di Eropa diperkirakan kehilangan pekerjaan selama periode yang sama, dan jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Spanyol melaporkan daftar panjang orang-orang yang kehilangan pekerjaan di negaranya, yaitu lebih dari 300.000 orang di bulan Maret. Namun angka di Eropa tampaknya jauh lebih kecil dibanding AS, karena jaring pengaman sosial di Eropa lebih besar.

Sistem perawatan kesehatan Spanyol yang semakin terpukul, membuat rekor harian mencapai angka 950 kematian, sehingga jumlah korban meninggal terbaru sedikitnya 10.000 orang. Namun, pihak berwenang di Spanyol mengatakan ada tanda-tanda bahwa tingkat infeksi melambat.

Sementara, Italia mencatat ada penambahan 760 angka kematian, dengan total orang yang meninggal akibat COVID-19 menjadi 13.900 orang, dan disebut sebagai yang terburuk di dunia. Namun pihak berwenang Italia juga menyebutkan bahwa angka infeksi baru terus menurun.

Prancis mencatat angka terkini yakni 4.500 kematian, dengan 471 orang meninggal dalam 24 jam terakhir. Namun para pejabat memperingatkan angka kematian akan melonjak secara signifikan karena mereka baru saja mulai menghitung kematian di panti jompo dan fasilitas untuk orang-orang tua lainnya.

Seorang pejabat kesehatan terkemuka di bagian timur Prancis, yang menjadi wilayah paling parah terkena dampak wabah COVID-19 mengatakan bahwa pihak berwenang AS merebut secara diam-diam pasokan masker yang dipesan oleh Prancis, di bandara Cina.

Lebih jauh, sembilan rumah sakit universitas terkemuka di Eropa memperingatkan bahwa mereka akan kehabisan obat esensial untuk pasien COVID-19kehabisan obat esensial untuk pasien COVID-19 dalam perawatan intensif, dalam waktu kurang dari dua minggu.

(pkp/gtp) (AFP)