1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Katakan Al-Quran Izinkan Musik, Penyanyi Bangladesh Didakwa

14 Januari 2020

Seorang penyanyi Sufi di Bangladesh didakwa menistakan agama karena mengatakan Al-Quran mengizinkan musik dan nyanyian. Ujarannya itu dianggap "melukai sentimen keagamaan umat muslim." Kini dia diancam 10 tahun penjara.

https://p.dw.com/p/3WA0p
Polizei in Bangladesch
Foto: Picture-Alliance/AP Photo

Shariat Sarker berkata nista ketika menyebut Al-Quran mengizinkan manusia bernyanyi, tuding sekelompok muslim konservatif di Bangladesh. Sebabnya dia kini diseret ke pengadilan dan diancam dengan hukuman 10 tahun penjara jika terbukti mendustakan firman Tuhan.

Dia didakwa karena "melukai sentimen keagamaan kaum muslim," kata Saidur Rahman, kepala kepolisian di Mirzapur. Polemik berawal ketika video Sarker diunggah di Youtube. Selanjutnya ribuan orang berdemonstrasi menuntut agar sang penyanyi dibui.

Penyanyi Sufi berusia 40 tahun itu lalu ditangkap di kediamannya di Mirzapur. Dia dijerat dengan UU Keamanan Digital yang kontroversial dan diklaim sering disalahgunakan untuk membungkam kritik terhadap pemuka atau pelaku agama. Adalah seorang ulama lokal bernama Maulana Faridul Islam yang mengadukan ujaran Sarker pada bulan Desember silam.

Baca juga:Film Peselancar Perempuan Dikecam Muslim Konservatif Bangladesh 

Wartawan dan aktivis HAM di Bangladesh sejak lama mengeluhkan UU Keamanan Digital yang disahkan pada 2018 lalu mengancam kebebasan berkekspresi. UU tersebut antara lain mengancam penjara seumur hidup bagi pelaku "propaganda" melawan negara dan 10 tahun penjara untuk ujaran "yang melukai sentimen keagamaan" atau "memicu kerusuhan."

Sebuah organisasi HAM lokal, Odhikar, memperkirakan setidaknya tahun lalu polisi menjerat 29 orang dengan dakwaan melanggar UU tersebut. Salah satu kasus tersebut menimpa seorang sastrawan Bangladesh bernama Henry Swapan yang ditangkap di kediamannya atas dakwaan serupa.

Sarker dikenal luas oleh komunitas Sufi Bangladesh yang berjumlah belasan juta. Kepada Aljazeera, Dikhil Das, Presiden Pusat Kebudayaan Charan yang menginduki musisi tradisional, menuntut agar dia dibebaskan sesegera mungkin. Menurutnya "dia hanya mengatakan Al-Quran tidak melarang praktik musik," katanya.

Dikhil meyakini dia dibidik karena sering bersuara melawan praktik membonceng agama untuk kepentingan politik.

Hal senada diungkapkan pengamat musik sufi lokal, Saymon Zakaria. Dia mengakui penyanyi sufi sering mengintrepretasikan kisah klasik di dalam Islam untuk menyuarakan kritik sosial. Hal ini dianggap duri di dalam daging oleh otoritas Bangladesh. "Tidak seharusnya ada interpretasi harfiah terhadap apa yang dinyanyikan di atas panggung," kata dia.

"Penyanyi harus menikmati kebebasan berekspresi."

Baca jugaKritik Nabi Muhammad, Unggahan di Medsos Picu Kerusuhan di Bangladesh

Meski dihormati dan mencatat peran penting dalam sejarah nasional, tidak sedikit ulama Sufi dan pengikutnya yang tewas dibunuh oleh kelompok radikal Islam lantaran dianggap menyimpang dari agama.

Januari 2017 silam harian Inggris Daily Mail melaporkan sebanyak 14 ulama dan pemuka Sufi dibunuh sejak 2013 dengan cara digorok lehernya. Polisi menduga tindakan kejam itu dilakukan kelompok teroris lokal yang meyakini sufisme sebagai sebuah penistaan.

Dalam salah satu kasus pembunuhan yang paling kejam, seorang ulama Sufi ditemukan tewas bersama anak kandung dan empat pengikutnya dengan leher terbuka di kediaman pribadi di Dhaka.

rzn/vlz (afp, aljazeera)

Bangladesh Diterjang Dampak Perubahan Iklim