1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kawal Surat Suara dengan Internet

Angela Dewan (afp)18 Juli 2014

Warga Indonesia yang melek teknologi menjadi 'anjing penjaga' menggunakan media sosial dan app untuk memastikan penghitungan yang adil seraya kedua kubu saling menuding adanya kecurangan.

https://p.dw.com/p/1Cert
Foto: picture-alliance/dpa

Kedua kandidat menyatakan kemenangan usai pemungutan suara 9 Juli lalu berdasarkan hasil hitung cepat dari institusi-institusi berbeda. Namun banyak analis yang memprediksi Jokowi akan keluar sebagai pemenang begitu hasil resmi keluar 22 Juli mendatang.

Seiring bertambah banyaknya tuduhan upaya manipulasi di tengah proses penghitungan suara secara manual, warga Indonesia yang aktif memakai media sosial tak mau ketinggalan ikut serta.

Partisipasi warga dimungkinkan oleh keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pertama kalinya memberi publik akses terhadap formulir penghitungan suara C1. Formulir yang menunjukkan penghitungan suara dari setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) difoto dan diunggah ke situs resmi KPU.

Ikut mengawal suara

Satu inovasi yang dimanfaatkan untuk memonitor penghitungan suara adalah app crowd-sourcing bernama Kawal Suara, yang telah menarik partisipasi lebih dari 5.000 orang sejak online hari Sabtu (12/7).

"Saya tak pernah menyangka akan banyak orang yang ikut serta dalam waktu singkat," ujar sang pencipta app, Reza Lesmana, kepada kantor berita AFP, menyebut karyanya sebagai 'eksperimen sosial.' "Tapi dengan hasil hitung cepat yang memperlihatkan hasil berbeda dan dengan margin tipis antar kedua kandidat, saya rasa tak heran banyak warga yang ikut turun tangan."

Para pengguna app mengecek formulir C1, kemudian memasukkan jumlahnya ke dalam sistem, dan dihimpun menjadi hasil nasional.

Mereka berharap angka-angkanya tidak berubah ketika formulir masuk dari berbagai penjuru Indonesia menuju Jakarta. Hasil pada situs Kawal Suara sejalan dengan sejumlah lembaga hitung cepat terpercaya, yang menunjukkan Jokowi menang dengan selisih sekitar 5 persen suara.

Lompatan bagi Indonesia

Sementara Jokowi telah mendesak pengguna internet untuk mengunggah foto-foto formulir C1 menggunakan ponsel ke Facebook dan Twitter.

Upaya ini langsung viral dan menginspirasi blog Tumblr bernama C1 yang Aneh dengan gambar-gambar formulir penghitungan yang janggal, termasuk beberapa formulir yang dibiarkan kosong namun sudah ditandatangani oleh saksi resmi menyatakan mereka setuju dengan hasil yang tertulis.

Ada juga formulir yang penuh coretan dan perubahan angka. Ada satu yang ditambahkan angka lima di depan dua digit, sehingga jumlah suara seorang kandidat bertambah 500 di sebuah TPS yang hanya memiliki 359 pemilih.

Philips Vermonte dari CSIS menilai tingkat partisipasi publik seperti sekarang ini sebelumnya tidak lazim di Indonesia dan bisa mencegah kecurangan pada pemilu mendatang.

"Saya pikir ini satu lompatan untuk demokrasi Indonesia," ujarnya.

Saling tuding

Kubu Jokowi telah mengangkat kecurigaan adanya kecurangan di Madura karena tidak menerima satu suarapun di 17 TPS.

Sementara Hashim Djojohadikusomo, saudara lelaki dan penasehat senior Prabowo Subianto, menyatakan kubunya telah menemukan 250.000 suara bagi Jokowi dari nama-nama fiktif hanya di Jakarta saja.

Menurut Marcus Mietzner, pakar Indonesia dari Universitas Nasional Australia, pengawasan secara online adalah sesuatu yang positif, namun dengan banyak wilayah di Indonesia yang tidak dapat mengakses internet, aksi ini mungkin tidak cukup untuk memastikan penghitungan yang bersih.

"Hanya mengandalkan warga sosial media yang antusias untuk pergi ke TPS, mengambil foto formulir C1 dan menaruhnya di Facebook, tentu tidak akan mencegah ancaman kecurangan besar-besaran," katanya.