1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keadaan di Irak Semakin Kacau

Björn Blaschke17 November 2006

Serangan seperti yang terakhir terjadi di Bagdad, di sebuah toko roti, kerap dilakukan warga militan Suni. Sementara sebagian besar toko roti di ibukota Irak adalah milik warga Shiah. Jurang pemisah antara warga Arab Shiah dan Suni sangat lebar terutama di Bagdad.

https://p.dw.com/p/CIxc
Al Maliki ketika mengunjungi salah satu universitas di Bagdad
Al Maliki ketika mengunjungi salah satu universitas di BagdadFoto: AP

Sejauh mana terpisahnya kedua fraksi politis dapat dilihat dari informasi simpang siur tentang penculikan massal Selasa 14 November lalu. Sejauh ini belum jelas, berapa orang diculik dari gedung Departemen Pendidikan, dan juga, berapa jumlah orang yang sudah dibebaskan. Menurut keterangan Departemen Pendidikan, sejumlah besar orang dari sekitar seratus yang diculik masih berada di tangan penyandera. Sementara juru bicara menteri dalam negeri serta perdana menteri menyatakan, hanya 39 orang diculik dan hanya dua yang belum dibebaskan.

Keterangan yang berlainan dari kedua instansi ini bisa dibilang disebabkan oleh berbedanya kelompok agama yang memimpin kedua instansi. Departemen Dalam Negeri dipimpin warga Shiah, dan Departemen Pendidikan berada di tangan warga Suni. Sementara anggota pemerintahan Irak sebagian besar berasal dari kelompok Shiah.

Warga Suni hanya ditolerir dalam koalisi. Sedangkan kelompok Suni berpendapat sebalinya. Warga Arab Suni, yang pada masa pemerintahan Saddam Hussein menjadi kelompok yang lebih diutamakan, sekarang kurang mendapat keuntungan, karena di wilayah yang menjadi tempat domisilinya, tidak banyak ditemukan sumber minyak.

Dalam sebuah acara diskusi dengan mahasiswa, Perdana Menteri Nuri al Maliki berusaha meredakan ketegangan: "Walaupun sandera dibebaskan kami tidak puas. Kami akan terus melacak penculik. Tindak kejahatan tersebut tidak mungkin dilakukan orang-orang yang bermaksud baik dengan patriotisme yang legitim. Mereka pasti bekerjasama dengan setan, yang ingin menghancurkan negara ini."

Dalam pernyataannya, Perdana Menteri al Maliki sama sekali tidak menggunakan kata terorisme. Dan pihak yang menganggap milisi Shiah menjadi dalang penculikan di Departemen Pendidikan melihat ini sebagai bukti dugaan mereka. Karena, Perdana Menteri al Maliki sendiri menjadi anggota ikatan keagamaan Shiah. Selain itu, pimpinan politis milisi Shiah adalah mitra koalisi terpentingnya. Akibat ketidak jelasan ini, al Maliki juga tidak dapat melucuti senjata milisi, seperti dituntut AS dan kelompok-kelompok Irak lainnya.

Tetapi semakin ditundanya pelucutan senjata, jurang pemisah antara kedua kelompok semakin besar. Bukan sekali saja milisi Shiah membentuk pasukan pembunuh untuk melenyapkan lawan politis, dengan ditolerir Departemen Dalam Negeri yang didominasi Shiah. Tindakan berdarah itu memprofokasi keinginan balas dendam.

Dewan ahli hukum Suni sekarang menuntut politisi Suni untuk keluar dari pemerintahan koalisi. Sementara jurubicara kaum militan Shiah, di bawah Muktada al Sadr, menampik tuduhan keikutsertaan mereka dalam tragedi penculikan. Sejumlah besar warga Irak, di antaranya anggota parlemen, menilai aksi penculikan sebagai bagian upaya mencegah bersatunya Irak. Sehingga pada akhirnya, rencana Israel untuk memecah belah negara itu dapat tercapai. (ml)