1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kebuntuan Hantui Agenda Iklim KTT G20 di India

8 September 2023

Di tahun terpanas dalam sejarah pencatatan cuaca, KTT G20 di India, Sabtu (9/9), justru kesulitan mencanangkan komitmen iklim yang lebih ambisius. Salah satu penyebabnya adalah absennya pemimpin Rusia dan Cina.

https://p.dw.com/p/4W6sM
KTT G20 di New Delhi
Ruang utama KTT G20 di New Delhi, IndiaFoto: Amit Dave/REUTERS

Konferensi Tingkat Tinggi G20 di New Delhi, India, akan dimulai hari Sabtu (9/9), tanpa kehadiran Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Cina, Xi Jinping. Absennya kedua pemimpin dunia meredupkan harapan tercapainya target pengurangan emisi yang lebih besar.

Bagi kelompok negara yang bertanggung jawab atas 80 persen emisi global, kebuntuan di New Delhi "berpotensi menjadi bencana” bagi negara-negara miskin, kata Agnès Callamard, Sekretaris Jendral Amnesty International dalam keterangan persnya.

Hal ini diyakini akan turut meredupkan ekspektasi bagi KTT Iklim COP28 di Uni Emirat Arab, November mendatang. 

Ada tiga isu iklim yang diagendakan di New Delhi: penambahan kapasitas energi terbarukan hingga 2030, dekarbonisasi ekonomi dan pembiayaan transisi hijau di negara-negara berkembang.

India set to host summit of G20 leaders in Delhi

Jalan terjal negosiasi 

Namun hasil rangkaian pertemuan yang digelar jelang KTT sejak beberapa bulan lalu membiaskan kebuntuan.

Juli silam, menteri-menteri energi G20 gagal menyepakati strategi pengurangan emisi, target pembangunan energi hijau atau bahkan menyebut batu bara sebagai sumber emisi dalam pernyataan akhir.

"Deklarasi yang dirilis sama sekali tidak cukup,” kata sekretaris iklim PBB, Simon Stiell, kepada AFP pekan ini.

Kelompok G20 mewakili 85 persen perekonomian global dan sebabnya dinilai berperan besar dalam pengurangan emisi. 

"Iklim kita memanas lebih cepat dari kemampuan kita beradaptasi,” kata Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres, merujuk pada ragam bencana banjir, kebarakan hutan atau kekeringan yang melanda. "Kiamat iklim sudah dimulai.”

India destroys Delhi slums ahead of G20 summit

Kepentingan halangi kemajuan

Sebuah riset yang dirilis pekan ini mencatat betapa emisi batu bara per kapita di negara-negara G20 justru meningkat sejak 2015. Peningkatan sebesar sembilan persen itu didorong oleh geliat pembangunan di sejumlah negara, teurtama India, Indonesia dan Cina.

Kepentingan batu bara yang bertautan dengan konflik geopolitik dengan Beijing dan Rusia itulah yang membuyarkan harapan.

"Minimal, saya harap mereka bisa mengadopsi deklarasi Bali untuk mengurangi batu bara,” kata Madhura Joshi, peneliti senior di lembaga iklim, E3G.

Dia merujuk pada KTT G20 di Bali tahun lalu, ketika semua negara anggota menyatakan berkomitmen untuk "mempercepat upaya mengurangi batu bara, searah dengan kondisi nasional,”demikian bunyi pernyataan bersama kala itu.

Isu lain yang menghambat adalah pembiayaan transisi energi. Selaku tuan rumah, Perdana Menteri Narendra Modi telah mendesak, betapa ambisi iklim global "harus sesuai dengan pembiayaan dan transfer teknologi.”

Dalam hal ini, negara kaya gagal menepati janji mengucurkan dana USD 100 miliar setahun untuk pembiayaan iklim di negara miskin pada 2020. Hambatan lain adalah tingginya nilai utang negara-negara berkembang, antara lain kepada Cina, yang memperlambat upaya transisi.

Sebab itu, Amnesty International, mendesak agar G20 turut membahas restrukturisasi utang dalam KTT di New Delhi. 

"G20 bertemu ketika dunia berada di ujung tanduk. Krisis iklim sudah menciptakan kerugian besar bagi banyak orang, ketika negara-negara rentan iklim menghadapi krisis utang. Hak asasi miliaran manusia sedang terancam,” kata Agnès Callamard, Sekjen Amnesty International.

rzn/hp (afp,ap)