1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kegiatan wiraswasta para imigran di Jerman

2 November 2006

Usaha wiraswasta yang dijalankan para imigran sudah menjadi bagian wajah kehidupan sehari-hari di Jerman.

https://p.dw.com/p/CPWB
Kursus memasak untuk imigran di Hannover
Kursus memasak untuk imigran di HannoverFoto: dpa

Pagi sebelum berangkat kerja membeli koran di kios milik orang Turki, siang hari istirahat makan di kedai Vietnam, pulang kerja potong rambut di salon orang Persia dan undangan makan malam di restoran Italia. Sejak awal tahun 90-an jumlah wiraswasta asing di Jerman meningkat lebih dari dua kali lipat. Saat ini, dari 4 juta pengusaha wiraswasta di Jerman hampir 10 persen memiliki latarbelakang migrasi.

Mengapa para imigran berwiraswasta? Sebagian dari mereka kurang memiliki pendidikan dan berwiraswasta karena tidak mendapat pekerjaan. Kebanyakan bergerak di bidang gastronomi atau di sektor jasa keterampilan tangan. Tapi belakangan ini muncul kelompok baru imigran yang menjalankan usaha wiraswasta. Mereka adalah imigran muda dan berpendidikan tinggi yang melihat posisi Jerman di jantung Eropa dan memanfaatkannya berdasarkan pertimbangan faktor lokasi.

Dengan cepat slada, bawang bombay dan tomat dimasukkan ke mangkuk plastik, lalu dengan cekatan tangan Janni Kizekudis meraih pisau untuk memotong daging giros, kemudian kentang goreng yang baru matang harus pula disertakan agar pesanan giros komplit. Menurut Janni Kizekudis:

“Stress sudah menjadi kegiatan sehari-hari, kalau tidak begitu saya juga tidak akan dapat bertahan. Hal itu sudah menjadi bagian pekerjaan.”

Dan itu sudah sejak 10 tahun, ketika imigran asal Yunani itu membuka usaha wiraswastanya kantin Athena Grill di Bonn. Dulu Janni masih berusia 26 tahun. Dan bukan hanya ia yang melangkah ke dunia wiraswasta, karena di sekitar Athena Grill para imigran menjalankan usahanya masing-masing. Machmut yang berasal dari Turki membuka toko sayuran, Anna yang berasal dari Polandia menerima jahitan dan Fabio dari Italia memiliki usaha pembuatan Pizza. Tentang hal ini Janni berpendapat

“Membuka usaha wiraswasta gampang saja, siapa pun yang memiliki sedikit modal dapat saja membuka suatu usaha.”

Tapi bagi mereka yang memiliki usaha wiraswasta ini sejak awal berarti bekerja, bekerja dan sekali lagi bekerja.

Kehidupan utama Janni adalah kedai gyros-nya. 10 jam per hari, 7 hari per minggu. Tapi pria asal Yunani ini cerasa puas dengan usahanya dan pelanggan yang antri di depan meja penjualan. Bisnis kedainya berjalan baik, walaupun itu tidak akan membuatnya kaya raya.

Janni: “Orang tidak hanya harus membuat kentang goreng. Banyak hal lain yang harus dilakukan misalnya pembukuan, pajak dan memimpin karyawan. Semuanya harus dipelajari dan dikuasai, jika tidak usaha tidak akan berfungsi dan orang tidak akan berhasil.”

Banyak wiraswasta imigran gagal karena kurangnya pengetahuan di bidang bisnis. Tapi beberapa tahun terakhir muncul gelombang baru kelompok imigran ke Jerman. Mereka adalah imigran yang memiliki pengalaman kerja, rencana bisnis dan jalinan hubungan. Salah satunya Cüneyt Akbasch yang datang ke Jerman tiga tahun lalu untuk memulai usahanya. Pria asal Turki ini memiliki usaha gudang penyewaan suku cadang mobil di Köln Hürth, sekitar setengah jam perjalanan dengan mobil dari Bonn.

Abkasch: “Sekarang kita berada di gudang yang luasnya sekitar 1200 meter persegi dengan tinggi 7 meter.”

Jika pada saat yang sama Janni, pemilik kedai Athena Grill di Bonn sedang sibuk mengolah daging gyrosnya, maka dari gudang suku cadang mobilnya di Köln Hürth Abkasch sibuk melayani pengusaha mobil mulai dari Madrid dan Moskow.

Abkasch: “Kami memang sudah menyiapkan seluruh konsep usaha ini sejak dari Turki. Sebelumnya kami telah merancang sasaran, biaya dan strategi.”

Selain itu Abkasch kuliah sastra Jerman, mempunyai pendidikan teknik dan sudah bekerja di bidang otomotif di Turki. Semua disiapkan untuk mewujudkan impiannya. Persiapan sistimatis seperti yang dilakukan Abkasch juga semakin banyak dilakukan oleh para pengusaha imigran. Mereka terutama membuka usaha wiraswasta di bidang jasa pelayanan. Atau di bidang perdagangan besar dan memanfaatkan hubungan bisnis dengan negara asalnya.

Dalam usia 34 tahun Abkasch sudah menjadi pimpinan perusahaan, memiliki 8 karyawan, termasuk warga Jerman. Menurut karyawannya yang warga Jerman: “Suasana kerja di perusahaan milik imigran asing lebih santai dibanding pada perusahaan Jerman. Selain itu jam kerja di sini cukup baik. Jam kerja kami dimulai jam 8 pagi dan berakhir jam 5 sore.”

Selama ini pengusaha imigran terutama mempekerjakan orang-orang yang berasal dari negaranya Tapi pimpinan perusahaan muda seperti Abkasch atau pemilik kedai gyros Janni berpikiran lain:

“Mengapa saya tidak mempekerjakan orang Jerman? Di sini kami memiliki orang dari Kurdistan, dari Serbia, untuk itu saya tidak pandang bulu.”

Dengan pandangan seperti ini imigran yang berwiraswasta menciptakan lebih dari satu juta lapangan kerja. Jumlah yang meliputi hampir 4 persen dari jumlah seluruh lapangan kerja di Jerman.

.