1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Otomatisasi di Asia Tenggara Ciptakan Perbudakan Modern

12 Juli 2018

Otomatisasi produksi di sektor manufaktur, perikanan dan pertanian di Asia Tenggara berpotensi melahirkan perbudakan modern, menyusul kelangkaan lapangan kerja dan maraknya eksploitasi buruh.

https://p.dw.com/p/31KCa
Lengan robotik di sebuah pabrik
Lengan robotik di sebuah pabrikFoto: Fotolia/svedoliver

Kehadiran teknologi robotik pada sektor manufaktur di Asia Tenggara diyakini akan mendorong perbudakan modern, menyusul ketatnya persaingan untuk mendapat pekerjaan berupah rendah lantaran otomatisasi produksi. Kesimpulan tersebut didapat lembaga konsultan Verisk Maplecroft melalui sebuah studi.

Saat ini lebih dari separuh buruh di Indonesia, Kamboja, Thailand, Vietnam dan Filipina - setidaknya 137 juta buruh - terancam kehilangan pekerjaan dalam dua dekade ke depan lantaran otomatisasi produksi, klaim Organisasi Buruh Internasonal, ILO. Dengan situasi tersebut mereka lebih rentan terkena pelanggaran hak buruh atau terpaksa menerima pekerjaan berupah rendah, kata Alexandra Channer dari Maplecroft.

"Buruh yang dipecat dan tidak memiliki keahlian buat beradaptasi atau memiliki jejaring bantuan sosial harus bersaing demi pekerjaan berkualifikasi dan bergaji rendah dalam lingkungan yang eksploitatif," katanya. "Tanpa kebijakan konkret pemerintah untuk mendidik generasi mendatang agar bisa bekerja bersama mesin, fenomena ini bisa menjadi pertarungan ke bawah untuk kebanyakan buruh," kata Alexandra yang menjabat Direktur bidang Hak Azasi Manusia.

Sektor pertanian, perhutanan, perikanan, manufaktur, konstruksi dan pedagang eceran kemungkinan besar akan mengalami otomatisasi produksi dan peralihan tenaga kerja dari buruh menjadi robot, tulis Maplecroft dalam laporan tahunannya. Vietnam diklaim berpotensi paling besar melakukan otomatisasi tersebut.

Kelima negara tersebut saat ini pun sudah dikategorikan memiliki risiko tinggi perbudakan modern menyusul maraknya eksploitasi buruh, upah yang rendah serta minimnya keahlian buruh. "Otomatisasi akan selalu mengancam pekerjaan rendahan. Tapi pemerintah dan bisnis bisa ikut menentukan dampaknya kepada buruh, kata Cindy Berman dari lembaga advokasi buruh, Ethical Trading Initative.

"Teknologi bisa menjadi gangguan tapi juga bisa menjadi bagian solusi dengan membuka peluang terciptanya pekerjaan yang lebih layak," ujarnya.

rzn/hp (Reuters)