1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

200910 Afghanistan Wahl Gewalt

20 September 2010

Pemilu parlemen di Afghanistan, Sabtu (18/09) dibayang-bayangi kekerasan. Selain itu, muncul dugaan kuat bahwa terjadi manipulasi pemilu. Meski begitu, pemerintah Afghanistan menyatakan pemilu kali ini sukses.

https://p.dw.com/p/PHf9
Perempuan yang akan memberikan suaranya diperiksa oleh petugas keamananFoto: DW

Di hari pemilihan, Ziaullah yang berusia 22 tahun sudah bangun pagi-pagi untuk memberikan suaranya.

"Saya tidak takut, warga Kabul tidak takut. Keamanan di sini sangat bagus."

Ziaullah termasuk warga Afghanistan yang tak tunduk pada ancaman Taliban, ia memberanikan diri dan pergi memilih. Meski begitu, ia melihat adanya banyak kekurangan di negaranya.

Kelompok radikal Taliban berusaha dengan segala cara untuk menggoyahkan keamanan di Afghanistan. Mereka menyerang puluhan tempat pemungutan suara, menculik dan membunuh petugas pemilu serta menyerang aparat keamanan Aghanistan dan pasukan perdamaian internasional. Ketua komisi pemilu Fazel Ahmed Manawi:

"Laporan yang masuk belum dikonfirmasi, tapi sepengetahuan kami, 21 warga sipil yang hendak memilih terbunuh, 46 lainnya terluka. Kami juga menerima laporan adanya penculikan."

Secara keseluruhan kementerian pertahanan mencatat 300 aksi kekerasan yang dilancarkan Taliban. Jumlahnya lebih sedikit daripada saat pemilu presiden tahun lalu, saat itu jumlah serangan mencapai 400 lebih yang merenggut sedikitnya 50 nyawa.

Tahun in, serangan Taliban juga menewaskan tentara pasukan perdamaian ISAF. Tapi menurut Komandan ISAF David Petraeus, saat ini pasukan ISAF akhirnya mencapai kekuatan yang diperlukan.

"Kami membutuhkan satu setengah tahun ke depan untuk menguatkan posisi kami di Afghanistan. Waktu itu kami perlukan untuk membangun struktur serta organisasi agar kami bisa mengimplemtasikan taktik anti-pemberontak."

Dengan pemilu parlemen ini, pemerintah Afghanistan berupaya membuktikan pada barat bahwa situasi di negara Hindukush itu mulai membaik, setidaknya dari segi politik. Sebaliknya, warga Afghanistan merasa bahwa negara-negara barat yang memikirkan proses penarikan diri dari negara itu berusaha keras untuk menunjukkan bahwa situasi di Agfhanistan sudah cukup stabil.

Apakah pemilu ini dapat dinilai sukses atau tidak, juga tergantung pada tingkat manipulasi hasil pemilu. Sejumlah pengamat pemilu Afghanistan melaporkan adanya ketidakberesan dalam proses pemungutan suara. Misalnya, kasus pemalsuan surat suara, intimidasi pemilih, jam buka tempat pemungutan suara yang tidak jelas, juga soal tinta yang seharusnya menandai bahwa seseorang telah memberikan suaranya. Tinta tersebut bisa dicuci dengan mudah sehingga ada kemungkinan seseorang dua kali pergi memilih. Ketua Komisi Pemilu Agfhanistan mengatakan.

"Sejumlah insiden terjadi, ada yang terkait keamanan - selain itu juga tercatat pelanggaran terhadap undang-undang pemilu. Tapi kami berkesimpulan bahwa proses pemilu kali ini sukses."

Berbeda lagi dengan analisa utusan khusus PBB untuk Agfhanistan Staffan de Mistura. Menurutnya terlalu dini untuk menyatakan pemilu parlemen di Afghanistan sebagai sukses. Selain sejumlah dugaan manipulasi pemilu, tingkat keikutsertaan dalam pemungutan suara kali ini sangat rendah. Hasil akhir pemilu Afghanistan baru akan diketahui bulan Oktober mendatang.

Kai Küstner/Ziphora Robina
Editor: Hendra Pasuhuk