1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kekerasan yang Menular

25 September 2012

Seorang pelajar tewas akibat tawuran antar pelajar di Jakarta. Ia adalah korban tewas ke tujuh dalam dua bulan terakhir. Terlalu banyak yang mati sia-sia akibat kultur kekerasan yang menular ke kalangan pelajar.

https://p.dw.com/p/16Dxw
Foto: Getty Images

Muda dan mati sia-sia. Alawy Yusianto Putra, murid kelas sepuluh SMA 6 itu tewas. Siswa yang dikenal cerdas dan berprestasi itu menjadi korban tawuran antar pelajar di Jakarta.

Alawy bukan korban pertama. Awal Agustus perkelahian antar pelajar di Bintaro menewaskan Jeremy Hasibuan. Beberapa pekan kemudian, Jatsuli tewas tertabrak kereta api saat terjadi tawuran di Buaran.

Hanya berselang sehari, seorang laki-laki bernama Rohiman yang berusia 64 tahun tewas tertabrak saat berusaha menghindari perkelahian antar pelajar di Klender, dan hanya satu jam kemudian tawuran yang sama mengakibatkan Ahmad Yani tewas.

Sungguh membuat kita sedih karena di hari yang sama, perkelahian antar siswa di tempat lain memakan korban Rudi Noval Ashari yang tewas akibat sabetan samurai. Dan pertengahan September, Dedi Triyuda menjadi korban akibat sabetan clurit dan lemparan batu.

Hanya dalam dua bulan terakhir, tujuh nyawa pelajar mati sia-sia karena tawuran.

Kenapa mereka begitu beringas? Bagaimana mungkin para pelajar ini membawa golok, celurit dan samurai ke sekolah?

Anarkisme dan kekerasan memang gampang menular. Setiap hari kita disuguhi berita tentang demonstrasi yang berakhir rusuh atau pengeroyokan yang berujung kematian, yang sebagian besar pelakunya bebas: tidak dihukum.

Anak-anak muda ini belajar bahwa kekerasan kalau dilakukan beramai-ramai, jarang mendapatkan sanksi. Dari sana keberanian untuk melakukan kekerasan muncul.

Maskulinisme adalah penyebab lain. Mereka yang tidak ikut tawuran, takut diejek sebagai pengecut. Perasaan kelompok yang kuat menjadi alasan lain. Kekerasan adalah ekspresi mereka untuk membela teman atau kehormatan sekolah atau kelompok.

Anarkisme, maskulinisme dan komunalisme tidak tumbuh dari ruang hampa. Para pelajar ini, hanya meniru apa yang terjadi di sekeliling mereka. Sementara korban terus berjatuhan…

Andy Budiman

Editor: Hendra Pasuhuk