1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelanjutan Kasus Bibit Chandra Masih Belum Jelas

24 November 2009

Senin (23/11), SBY telah mengambil sikap atas rekomendasi Tim 8. Meski mengambang, SBY ingin kasus ini diselesaikan di luar pengadilan. Ia menilai proses penuntutan dan penyidikan tidak mendapat kepercayaan masyarakat.

https://p.dw.com/p/KeHd

Kejaksaan Agung tengah mengkaji beberapa langkah untuk menyikapi permintaan presiden menghentikan kasus Bibit Chandra. Kejaksaan Agung memberikan oopsi, sntara lain dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan SKPP atau opsi kedua berupa Deponering, yaitu dengan mengesampingan perkara, demi kepentingan umum.

Sejauh ini, opsi pertama nampaknya yang akan dipilih. Karena menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, langkah diponering dianggap lebih rumit, karena harus mempertimbangkan masukan lembaga negara seperti DPR dan Mahkamah Agung. Tetapi Pengamat Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Eddy Hiariej menolak alasan itu.

Diluar itu, penghentian kasus Bibit Chandra diperkirakan, tidak bisa dilakukan segera. Ini karena Kejaksaan menyatakan masih akan menunggu berkas lengkap kasus ini. Sikap lamban Kejagung ini mendapat banyak kecaman. Sejumlah kalangan mengaitkan masalah itu dengan pidato Yudhoyono sendiri yang mengambang, dan tak memberi tenggat waktu bagi penghentian kasus itu.

Sementara itu, selain penghentian kasus Bibit Chandra, dalam rekomendasi yang disampaikan pekan lalu, Tim 8 juga mendesak pergantian personel penegak hukum dan pemberantasan makelar kasus. Yudhoyono menjawab permintaan itu dengan janji membentuk satuan tugas pemberantasan mafia hukum. Namun menurut Kordinator ICW Danang Widyoko, diperlukan langkah yang lebih berani untuk memberantas hal itu, misalnya dengan penggatian kepala Polri dan Kejaksaan.

Lebih jauh Danang Widyoko menerangkan, kasus Bibit Chandra ini, adalah bagian kecil dari menjamurnya mafia peradilan di Indonesia. Karena itu ia tetap menekankan pentingnya, menggunakan kasus ini sebagai awal untuk mereformasi lembaga peradilan.

Zaki Amrullah

Editor: Hendra Pasuhuk