1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keluarga Tibo dkk Tuntut Keadilan

Ayu Purwaningsih22 September 2006

Ratusan surat protes yang masuk ke Kantor Kejaksaan Tinggi Palu, maraknya seruan keberatan dari organisasi internasional ke Kantor Departemen Luar Negeri, tak membuat putusan terhadap Tibo dan kawan-kawan berubah.

https://p.dw.com/p/CPBr
Keluarga Fabianus Tibo
Keluarga Fabianus TiboFoto: AP

Bendera setengah tiang berkibar di Tentena, ibukota Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Massa simpatisan Tibo dan kawan-kawan masih dalam suasana berkabung pasca eksekusi hukuman mati ketiga terpidana konflik Poso, Jumat (22/09) dini hari.

Di daerah asal ketiga terpidana, Nusa Tenggara Timur NTT, meski kemarahan warga sempat mereda, polisi masih berjaga-jaga mencegah massa kembali bertindak anarkis. Wakil Kepala Kepolisian Indonesia Adang Darajatun menjelaskan lokasi-lokasi yang mendapat pengamanan ekstra:

“Tenteta, Beteleme, itu daerah-daerah di Sulawesi Tengah. Lalu di daerah-daerah NTT itu pasti Atambua, juga Sikka juga ada.”

Meski Markas Besar Kepolisian Indonesia tak mengirim pasukan tambahan dari pusat, kepolisian daerah sekitar disiagakan. Seperti yang dijelaskan juru bicara kepolisian Paulus Purwoko.

“Jadi kita dapat laporan tadi bahwa Brimob juga sudah didrop pasukan tambahan ke tempat-tempat dimana akan berkumpul massa, lalu kemudian juga satu SSK dari Bali juga sudah siap diberangkatkan ke sana, manakala situasinya masih belum bisa diatasi. Itu kesiapannya antara lain dari Mabes Polri.”

Pemerintah mengharapkan para pemuka agama membantu memberi pengertian terhadap massa atas hukuman mati yang telah dijalankan terhadap Tibo cs. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan:

“Masalah Tibo itu bukan masalah agama, bukan masalah suku. Betul-betul masalah hukum aja. Jangan dibawa ke masalah agama suku. Nanti kalau ada orang Bugis mati, orang Bugis marah. Apalagi kalau orang Jawa. Orang Jawa marah matilah kita itu.“

Namun pengacara terpidana, Roy Rening, mengungkapkan kuasa hukum dan keluarga begitu kecewa atas eksekusi tersebut. Bahkan permohonan terakhir ketiga terpidana mati, tak dipenuhi pemerintah. Kuasa hukum Tibo kini membentuk tim untuk meneruskan kasus Tibo cs ke pihak internasional.

Kami meminta bantuan internasional, karena Indonesia sudah melakukan pelanggaran HAM berat. Kami akan bentuk timnya khusus.”

Sementara itu Robertus Tibo, putra terpidana Fabianus Tibo, mengungkapkan keluarga terpidana tetap akan menuntut keadilan dari pemerintah, walau Tibo dan kawan-kawan sudah menemui ajal.

Ketiga terpidana mati kasus konflik Poso dieksekusi Jumat (22/09) dini hari di Desa Poboya, Palu Selatan. Tibo dkk divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Palu pada 5 April 2001. Tiga kali mereka mengajukan grasi dan dua kali peninjauan kembali, namun kesemuanya ditolak.

Hingga ketiga terpidana menemui ajal, belum terdapat titik terang dalam pengungkapan konflik yang telah menewaskan ratusan orang tersebut. Poso masih sering dirundung ketegangan. Aktivis HAM Munir semasa hidup pernah berujar, Ambon dan Poso sekedar merupakan pemantik api untuk membakar jerami di Jawa, di Jakarta.