1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Dunia Digital

Kemampuan Istimewa Pengidentifikasi Ulung

Anna Pflüger
6 Agustus 2022

"Super Recognizer” adalah orang-orang dengan bakat istimewa yaitu mampu mengenali wajah tersangka lewat rekaman video, walaupun kualitas rekaman buruk dan tersangka berada di tengah kerumunan orang.

https://p.dw.com/p/4FAV6
Video-Still | DW-Sendung Shift | Money
Foto: DW

Satuan istimewa dalam kepolisian menuntut kemampuan tinggi yang tidak dimiliki semua orang, yaitu apa yang disebut Super Recognizer atau pengidentifikasi ulung. Mereka bisa mengenali wajah orang lain, walaupun tertutup sebagian, atau tersembunyi di tengah banyak orang, atau pada foto dengan piksel sangat besar. Ini adalah kemampuan yang lama tidak dikenal, dan tidak digunakan sebaik mungkin.    

Sebuah kasus kriminal yang terjadi di London isalnya, melibatkan Super Recognizer yang jadi kunci penangkapan pelaku kejahatan. Tanggal 28 Agustus 2014, Alice Gross yang berusia 14 tahun sedang jalan-jalan di suatu senja. Sebuah kamera merekam gambarnya pukul 16:26. Setelah itu, dia menghilang dan tidak bisa ditemukan lagi.       

Pencarian atas anak perempuan itu adalah operasi terbesar kepolisian London, setelah serangan teror tahun 2005. Rekaman video memegang peranan penting dalam pemecahan kasus ini. Di kota dengan tingkat observasi terbaik, diperkirakan 1 juta kamera mengikuti langkah setiap orang di ibukota Inggris itu.

Materi dari rekaman kamera kemudian dianalisis di kantor London Metropolitan Police, yang juga dikenal dengan sebutan Scotland Yard. Di sinilah bekerja para pengidentifikasi ulung. Mereka adalah orang-orang yang punya kemampuan spesial untuk mengingat wajah. 

"Super Recognizer" Singkap Tindak Kriminal dengan Ingatan

Membentuk satuan pengidentifikasi ulung

Mantan komisaris polisi Mick Neville, mengungkap, dulu, rekaman video tidak disimpan teratur di arsip. Tidak ada bank data seperti sampel data atau sidik jari. Ia lalu mengembangkan sistem katalogisasi untuk itu. Setelah ia mulai mendistribusikan hasil pencatatan, mereka meilhat, bahwa dalam 100 identifikasi, ada polisi yang mengidentifikasi 1 atau 2 orang. “Tapi ada juga yang berhasil mengidentifikasi 10 atau 20. Itu menunjukkan kemampuan istimewa," demikian dikemukakan Neville.

Begitulah awal terbentuknya satuan Super Recognizer. Eliot Porritt sekarang jadi pemimpinnya. Ia sendiri cukup lama tidak menyadari  bakat istimewanya itu. Ia bercerita, tahun 2012, beberapa kolega mengatakan, dia termasuk daftar Super Recognizer. Ketika itu dia bahkan tidak tahu apa arti istilah itu. “Ternyata saya sangat sukses jika harus mengidentifikasi wajah pelaku kriminal dari poster," kata Eliot Porritt.

Ini kemampuan yang sangat membantu dalam kasus Alice Gross. Beberapa hari setelah menghilangnya Alice, seorang perempuan dari bagian yang sama di kota London melaporkan, bahwa suaminya menghilang. Pria itu ada dalam catatan kriminal polisi, dan ditetapkan sebagai tersangka.

Para Super Recognizer meneliti rekaman video dari jalan-jalan yang dilalui Alice. Apakah pria tersangka itu bisa dikenali? Ternyata, Eliot Porritt dan timnya bisa mengidentifikasi pria itu. Selain itu, ditemukan bukti, bahwa tersangka beberapa kali kembali ke sebuah lokasi di tepi sungai.   

Porrit menjelaskan, mereka mendatangi penyelidik senior yang bertugas mencari Alice di saat anaw perempuan itu baru saja menghilang, dan mengatakan bahwa pria itu kembali ke lokasi kejahatan. Akhirnya Alice berhasil ditemukan, dan orang tuanya mendapat berita menyedihkan tentang anak mereka. Jenazah Alice ditemukan di tepian sungai. Tapi tersangka tidak berhasil ditangkap.

Tidak hanya dalam hal pencarian pelaku tindak kriminal. Kemampuan Super Recognizer juga dibutuhkan di berbagai bidang lain. Eliot Porritt menceritakan kasus lain yaitu penangkapan pencuri berseri di toko. Pencuri berhasil dikenali di beberapa rekaman video. Porrit mengungkap, “Itulah keuntungannya kalau punya bank data berisi foto-foto pelaku dan lokasi kejahatan. Karena itulah yang kami cek, dan ternyata dia melakukan kejahatan 43 kali."

Kemampuan yang tidak bisa dimiliki program komputer

Piranti lunak untuk pengenal wajah tidak akan bisa mencapai hasil sebaik itu. Agar bisa berfungsi baik, piranti lunak perlu kualitas rekaman video yang lebih baik daripada yang digunakan para super recognizer dengan bakat alamiahnya. 

Di Greenwich University di London, ahli psikologi Josh Davis meneliti kemampuan istimewa para Super Recognizer atau pengidentifikasi ulung. Yaitu dengan tes yang secara teratur ia kembangkan bersama para penyelidik.

Ia menjelaskan, ingin mengetahui ilmu pengetahuan di baliknya. “Kalau kita tahu itu, maka kita akan bisa mengerti lebih jauh daya ingat manusia.“ Davis menambahkan, mungkin aplikasi berikutnya yang belum diketahui sekarang akan bisa ditemukan.

Beberapa waktu berselang, Davis menunjukkan kepada salah seorang anggota satuan Super Recognizer, beberapa klip video pendek dari sejumlah orang, yang kemudian harus dia identifikasikan pada foto. Lewat tes itu diuji panjangnya daya ingat seorang Super Recognizer. 

Davis dan Porritt puas dengan hasil penelitian mereka. Porritt menilai kerjasama dengan universitas sangat penting. Ia menjelaskan, para peneliti sekarang bekerja di bidang kepolisian yang sebelumnya belum didefinisikan, dan ini juga sedikit bersifat eksperimen. Ini hampir seperti pilot proyek. Kepolisian dari negara lain juga sedang melihat model kami, demikian Porritt.

Dalam kasus pembunuhan Alice Gross, beberapa hari setelah jenazahnya ditemukan, jenazah tersangka pelaku juga ditemukan. Pria berusia 41 tahun itu gantung diri di hutan. Kemungkinan karena takut kejahatannya terungkap.       

Polisi yakin, ia akan dijatuhi hukuman jika tertangkap. Bukti-bukti kejahatan sangat jelas. Misalnya DNA-nya yang ditemukan pada sepatu korban, juga puntung rokok di lokasi penemuan jenazah. 

Tapi petunjuk menentukan yang mengungkap peristiwa pembunuhan itu datang dari para pengidentifikasi ulung.

Keterbatasan para pengidentifikasi ulung

Mantan Komisaris Polisi Mick Neville memperkirakan, nantinya Super Recognizer akan bisa ditemukan di berbagai negara. Seperti halnya pembunuhan pertama yang terungkap lewat sidik jari terjadi di sini tahun 1905. Kala itu Scotland Yard mulai menggunakan sistem identifikasi lewat sidik jari. Kemudian ada pengungkapan kejahatan lewat DNA. "Sekarang ada Super Recogniser. Jadi ini juga harus dikembangkan. Tidak ada alasan mengapa tidak ada pengidentifikasi ulung di Jerman, atau AS atau negara lainnya."

Penggunaan Super Recognizer berguna terutama untuk mengungkap tindak kejahatan yang sudah terjadi. Tapi kadang, misalnya dalam acara-acara besar, mereka juga ditempatkan sebagai langkah preventif. Dari ruang-ruang kontrol mereka memperhatikan semua orang lewat kamera. Jika mereka melihat seorang tersangka kriminal, orang itu bisa segera ditangkap.

Tapi para pengidentifikasi ulung tidak berdaya, jika harus menghadapi mereka yang sudah bersiap melakukan tindak kriminal tapi belum dikenal sama sekali. Misalnya mereka yang disebut “sleeper“, yang siap untuk melakukan serangan teror. Jadi tetap harus dicatat, keamanan sepenuhnya 100% tidak akan bisa dicapai, bahkan di kota yang paling terobservasi di dunia sekalipun seperti London. 

(Inovator/ml)