1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenaikan Suhu Dunia Gandakan Angka Kematian di Asia Tenggara

13 September 2018

Studi teranyar mengungkap potensi lonjakan angka kematian akibat gelombang panas di Asia Tenggara jika tren pemanasan global berlanjut seperti saat ini. Ilmuwan mewanti-wanti manusia mulai kehabisan waktu buat bertindak

https://p.dw.com/p/34nZP
BdT Sommerhitze - Region Hannover
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte

Ilmuwan mewanti-wanti kegagalan menghentikan laju kenaikan temperatur akan mengakibatkan lonjakan kasus kematian akibat gelombang panas. Perjanjian Iklim Paris menetapkan batasan kenaikan temperatur global maksimal 2 derajat Celcius di atas level pra-industrial, dengan kenaikan ideal maksimal 1,5 derajat Celcius.

Menurut studi teranyar yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, Climate Change, kenaikan suhu Bumi hingga 3 atau 4 derajat Celcius akan meningkatkan angka kematian antara 1 hingga 9%.

Baca Juga:Filantrop Dunia Sumbang Rp. 6 Trilyun Buat Lindungi Hutan 

"Saat ini kita sedang mengarah pada kenaikan suhu sebesar 3 derajat Celcius dan jika tren ini berlanjut maka akan ada konsekuensi serius terhadap kondisi kesehatan di berbagai kawasan di dunia," kata salah seorang peneliti, Antonio Gasparrini.

Negara-negara Asia Tenggara seperti Filipina dan Vietnam diprediksi akan mencatat angka kematian terbesar akibat gelombang panas, termasuk juga sejumlah negara di Eropa Selatan dan Amerika Selatan, tulis para peneliti dari London School of Hygiene & Tropical Medicine yang menganalisa tren perubahan iklim di 23 negara.

Menurut perkiraan mereka, kenaikan suhu global dari 1,5°C menjadi 2°C dipastikan bakal memicu kenaikan angka kematian sebesar maksimal 1% di Eropa Selatan, Amerika Selatan dan Asia Tenggara.

Namun begitu studi ini tidak menyantumkan langkah-langkah untuk beradapatasi dengan kenaikan temperatur atau mempertimbangkan faktor ekonomi dan demografi. Meski demikian faktor tersebut bisa berperan dalam mengurangi angka kematian akibat gelombang panas, kata Ana Maria Vicedo-Cabrera yang mengepalai tim peneliti.

"Bukti sejauh ini mengindikasikan bahwa kita sedang beradaptasi dengan suhu panas. Jadi kami memprediksi di masa depan, mungkin, angka kematian akibat temperatur hangat bisa berkurang dibandingkan hari ini. Tapi ini pun tidak jelas," imbuh Vicedo-Cabrera kepada Reuters Thompson Foundation.

Baca Juga:Bagaimana Persiapkan Diri untuk Suhu Yang Kian Tinggi? 

Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres, pekan ini mewanti-wanti dunia telah kehabisan waktu untuk menghentikan "perubahan iklim ekstrim," kecuali jika semua negara mengambil langkah dramatis hingga 2020 untuk mengurangi emisi karbondioksida.

Guterres mengatakan ilmuwan sudah memperingatkan dunia mengenai bahaya pemanasan global sejak beberapa dekade silam, tapi "terlalu banyak pemimpin yang menolak untuk mendengar, dan terlalu sedikit yang bertindak dengan visi yang sesuai dengan temuan ilmiah," ujarnya.

rzn/ap (Reuters)