1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenali Anak Penderita Gangguan Konsentrasi dan Atensi

8 Maret 2016

Banyak anak penderita gangguan konsentrasi dan atensi ADHD alami perlakuan tak nyaman di sekolah dan keluarga. Masalahnya, tak banyak yang tahu gejalanya. Tips dan pengalaman berharga hadapi anak dengan sindroma ini.

https://p.dw.com/p/1I92u
Sauer sein
Foto: Fotolia/Nicole Effinger

Kenali Anak Penderita Gangguan Konsentrasi dan Atensi

Misalnya saja seoran siswa di sebuah sekolah di Jerman yang bernama Niklas mengalami masalah di sekolah sejak beberapa tahun lalu. Di kelas ia tidak bisa konsentrasi, pikirannya melayang kemana-mana. ia tidak tenang dan sering terjatuh dari bangku. Niklas tidak ingin mengingat lagi apa yang terjadi saat itu.

Bagi guru kelas, Niklas adalah elemen pengganggu dan bereaksi dengan menghukumnya. Hingga suatu hari Niklas pingsan dan sekolah kelabakan mencari pertolongan medis.

Niklas menceritakan : "Guru di sekolah memperlakukan saya dengan buruk. Setiap hari ada catatan jelek di buku saya, misalnya: Niklas mengganggu pelajaran dan tidak bisa berkonsentrasi. Dalam buku pekerjaan rumah saya penuh coretan warna merah.".

Barulah setelah kejadian itu diketahui bahwa Niklas mengidap ADHS atau ADHD. Sebuah gangguan atensi pada otak. Anak yang mengidap ADHS sulit memfokuskan pikirannya. Niklas tenggelam dalam dunia impiannya. Bukannya mengikuti pelajaran dari guru, ia malahan berkhayal melakukan petualangan di dunia misteri. Bagi anak dengan ADHS, imajinasi lebih menarik ketimbang realita.

"Dalam pikiran, saya bisa menyemburkan api dari mulut, pokoknya segala hal yang bukan dari dunia nyata", ujar Niklas.

Terapi psikologi

Professor Michael Schulte-Markwort turun tangan menangani kasus Niklas. Ahli psikologi anak dan remajka ini berusaha meneropong ke dalam kepala pasiennya.

"Dari visi pengidap ADHS, dunia ini amat menegangkan dan penuh rangsangan menarik", kata prof Schulte-Markwort . Mereka mencermatinya, tapi ibaratnya melompat dari satu kembang api ke yang lainnya, dan tidak bisa menyelesaikan tugasnya dengan tenang hingga tuntas.

Harus diakui ADHS bukan hanya beban bagi anak yang mengidapnya. Orang tua dan guru sering kewalahan menghadapi kelakuan anak yang tidak bisa tenang. Kini para ahli sudah menemukan terapinya.

"Langkah pertama penanganan tepat ADHS adalah memberi penyuluhan. Orang tua tidak bersalah, juga guru tidak salah, jika tidak mampu menangani siswanya. Yang penting, mengarahkan dan menstruktur kegiatan harian anak", papar Prof. Schulte-Markwort

Dengan aktivitas waktu luang, seperti olahraga, Niklas bisa melepas energi yang berlebihan. Dengan bergerak di luar, membantunya bisa duduk tenang di kelas. Terapi yang tepat membantunya melepas semua pikiran khayal dalam kepala, agar ia bisa berkonsentrasi pada satu latihan atau tugas individual. Pengobatan dan pindah sekolah, memberi kontribusi pada Niklas untuk menghadapi keseharian lebih efektif.