1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenya Produksi Panel Tenaga Surya

Lina Staude25 Juli 2013

Rakyat Kenya bayar mahal untuk bahan bakar generator listrik. Panel Tenaga Surya diharapkan mengubahnya dan memberikan alternatif yang terjangkau.

https://p.dw.com/p/19EEu
Foto: Little Sun/Michael Tsegaye

Listrik mati bukan hal aneh di Kenya. Bahkan, di berbagai kawasan negara itu belum ada saluran listrik. Jalan keluarpun ditemukan.

Martin Mutinda mengambil satu dari tumpukan lempengan keras bagai kaca yang berwana biru di satu sisi dan abur-abu di sisi lainnya. Lempengan itu panel tenaga surya. Dengan hati-hati ia menaruhnya di dalam mesin pemotong yang menggunakan sinar laser.

Kebutuhan Rumah Tangga Kecil

Sinar laser itu bergerak, menimbulkan titik-titik lemah pada panel yang kemudian bisa dipatahkan dengan mudah. Menejer itu bekerja di pabrik panel tenaga surya di Naivasha, hampir 100 Kilometer dari Nairobi. "Ini bisa dipotong dalam ukuran-ukuran yang diinginkan.“ Panel tenaga surya yang diproduksinya adalah untuk kebutuhan rumah tangga. Menurut menejer perusahaan Ubbink itu, "jumlah produksi pabrik itu tergantung pada jumlah listrik yang dihasilkan setiap panel.“

Ubbink adalah perusahaan Belanda yang merupakan anak perusahaan Jerman, Centrotec Sustainable AG, satu-satunya produsen panel sel surya di Afrika Timur.

CSR dan transfer teknologi

Seluruh produksi dilakukan di lantai dasar sebuah gedung baru, yang lebih berbentuk rumah daripada pabrik. Di sana mereka merakit panel itu dari materi yang diimpor.

Direktur perusahaan Hajo Kuper mengatakan bahwa mungkin lebih mudah membangun pabrik itu di tempat lain. “Ide awalnya ini adalah proyek tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR. Tapi kemudian ada pandangan bahwa lebih baik melakukan transfer teknologi, daripada sekedar menyumbangkan uang.“

Kini 75 orang bekerja di pabrik itu. Produksi dilakukan24 jam dalam 3 shift, enam hari seminggu. Setiap panel kecil menghasilkan antara 30 atau 60 watt. Tahun ini sekitar 50 ribu panel diproduksi. "Kami melayani kebutuhan orang-orang yang tidak berada dalam jaringan pasokan listrik. Dengan panel-panel kecil ini mereka bisa mengisi baterai untuk menyalakan radio, televisi atau lampu“

Bukan produk murah

Sejumlah perempuan muda mematri di meja-meja panjang, kemudian menyusun buah tangannya dalam tumpukan kecil. Setiap sel terbuat dari lapisan kaca pelindung dan lapisan polymer yang menutupi sisi depan dan belakang sel surya itu, yang kemudian dilaminasi dengan bahan yang menjadi keras, setelah dipanaskan pada suku 135 derajat selsius selama 20 menit.

Lempeng-lempeng itu kemudian diberi bingkai dan kabel kontak untuk pemasangan baterai. Setiap unit ukuran kecil dijual seharga 200 Euro. Satu panel besar yang bisa menyalakan lemari es bisa mencapai 1.000 Euro harganya. Tak murah bagi Afrika, apalagi ada juga produk serupa yang jauh lebih murah. "Bersaing dengan Cina sangat berat. Industri tenaga surya Jerman kesulitan menghadapinya. Saya bisa botak memikirkan itu“, ungkap Hajo Kuper, percaya diri.

Saat ini, keuntungannya sangat tipis, tapi permintaan tidak kurang. Afrika merupakan pasar yang bagus bagi energi surya.