1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Regenwald Serie 03

Tidak ada penelitian yang membuktikan adanya kepunahan spesies kupu-kupu di Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Tapi banyak orang menyatakan populasi berkurang.

https://p.dw.com/p/Q2fi
Jumlah kupu-kupu di Bantimurung yang semakin menyusut - diperlukan mata yang awas untuk menemukannyaFoto: DW

Di pintu masuk Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, ribuan kupu-kupu akan menyambut Anda. Sayap-sayap indah terkembang, dalam bingkai, terpajang di kios-kios suvenir. Kupu-kupu awetan, cendera mata yang digemari para pengunjung. Ada memang satu dua kupu-kupu hidup beterbangan. Kalau beruntung, Anda bisa menyaksikan puluhan ekor, dari beberapa spesies, dekat air terjun,1 kilometer ke dalam taman nasional.

Dari Tahun ke Tahun Jumlahnya Berkurang

"Dulu, saya tahun 80-an, kita itu kalau masuk ke Bantimurung apalagi pake baju warna merah, kita itu dihinggapi kupu-kupu, karena kita tahu kupu-kupu itu suka warna merah, khususnya bunga-bungaan, jadi kita dihinggapi. Sekarang tidak lagi. Jadi artinya kita sekarang mimpi sebelum tidur, di Bantimurung kalau ingin dihinggapi kupu-kupu,“ papar Ali Muttahar.

Mengakrabi kupu-kupu sejak usia 10 tahun, Ali Muttahar penangkar kupu-kupu di Bantimurung, tahu, kupu-kupu tak suka keramaian, senang hidup di habitat yang bersih, juga air jernih. Kondisi Bantimurung 150 tahun silam memungkinkan Alfred Russel Wallace, pakar zoologi dari Inggris, menemukan sekitar 270 jenis kupu-kupu. Saking kagumnya, Wallace menggelari kawasan itu The Kingdom of Butterfly.

Akhir tahun 70-an, Aziz Mattimu dan rekan-rekannya dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, melakukan inventarisasi dan menemukan 130 jenis kupu-kupu. Semua pencatatan yang dilakukan sesudahnya tidak pernah menyamai apalagi melebihi jumlah tersebut, kata Amran Achmad, kepala laboratorium Biologi Universitas Hasanuddin. Tapi ia mengingatkan, setiap spesies kupu-kupu memiliki musimnya masing-masing, sementara penelitian yang dilakukan selama ini tidak berkesinambungan waktunya.

Tidak ada penelitian yang membuktikan adanya kepunahan spesies kupu-kupu di Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. tapi banyak orang menyatakan populasi berkurang. Padahal, Bantimurung tak bisa dipisahkan dari kupu-kupu. Banyak warga Bantimurung yang mendapat penghasilan tambahan sebagai penangkap kupu-kupu. Aktivitas yang kerap dituding sebagai penyebab berkurangnya populasi hewan bersayap cantik itu.

Mata Pencaharian Warga Setempat

Muhammad Arsad menunjukkan seekor kupu-kupu hitam yang ia tangkap, lalu ia lepaskan. Seperti kebanyakan warga Bantimurung, Arsad belajar menangkap kupu-kupu pada usia sekolah dasar. Ia mengaku penghasilan sebagai penangkap kupu-kupu tidak menentu setiap bulannya, toh ia mampu membiayai perbaikan rumah orangtuanya, membeli motor, televisi, sampai kulkas. Arsad memperhatikan kupu-kupu terbang sambil mengayun-ayunkan jaring penangkap berwarna merah dengan tongkat pemegang sepanjang dua meter, juga dicat merah.

Hampir setiap hari Arsad menangkap kupu-kupu. Pada saat kupu-kupu banyak berkembang biak, sekitar November hingga April, ia cukup ke persawahan di belakang rumahnya. Di musim kemarau, ia harus mencari hingga ke balik bukit. Walau jumlah tangkapan berkurang, tapi ia meyakini kupu-kupu akan selalu ada. Yang penting, ia menangkap di luar kawasan yang dilarang Dinas Kehutanan. Pelaku yang tertangkap tangan harus menerima konsekuensi alat penangkap dan hasil tangkapannya dihancurkan oleh polisi hutan.

Selain melayani permintaan pasar lokal dan nasional, kupu-kupu awetan dari Bantimurung juga dikirim ke luar negeri. Mustaking, generasi ketiga pemilik UD Tokaceni menuturkan, “Biasanya kita lewat internet saja, kita kenalan dengan orang luar negeri, lalu dia memesan dan kita kirimkan. Tiap bulan ada transaksi, kadang dua kali, tiga kali sebulan.“

Keluarga Mustaking memiliki ijin dari Dinas Kehutanan untuk mengirim dan menjual kupu-kupu ke luar negeri. Dengan keuntungan minimal 10 juta Rupiah perbulan, mereka kini memiliki 5 mobil. Kupu-kupu merupakan aset perdagangan yang menopang hidup warga di Bantimurung selama lebih dari tiga generasi.

Habitat Harus Dipertahankan

Pemerintah menyadari bahaya penurunan populasi dan mendorong warga untuk melakukan penangkaran. Dedy Asriady, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung mengatakan, tahun 1998 pemerintah memberi bantuan penangkaran kepada masyarakat setempat. Tapi penangkaran bantuan tersebut berukuran kecil, hanya untuk menampung empat ekor kupu-kupu, sehingga masyarakat kembali menangkap di alam.

Namun Dedy meyakini bahwa faktor paling berpengaruh pada populasi kupu-kupu adalah pakan dan iklim mikro. Jika pakan tidak mencukupi, jika habitat dihabisi, maka kupu-kupu Bantimurung akan bermigrasi atau kemungkinan paling buruk, punah. Bukit-bukit kapur atau karst, yang terhampar di Bantimurung, berpengaruh besar dalam menjaga udara sejuk yang disukai kupu-kupu. Kars juga menjadi daya tarik usaha pertambangan, yaitu semen dan marmer. PT Semen Bosowa beroperasi di kawasan itu tahun 1998, di luar areal taman nasional Bantimurung yang baru ditetapkan belakangan, tepatnya pada tahun 2004.

Rahmat Zena Arisandi/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid