1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Bencana

Kerugian Akibat Bencana Alam di 2021 Tembus Rp 1.000 Triliun

13 Agustus 2021

Nilai kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam atau bencana buatan manusia di seluruh dunia mencapai USD 77 miliar di paruh pertama 2021, menurut perhitungan perusahaan reasuransi, Swiss Re.

https://p.dw.com/p/3yvwH
Banjir di Selandia Baru, Juni 2021
Banjir di Selandia Baru, Juni 2021Foto: Chris Skelton/AP Photo/picture alliance

Badai musim dingin Uri di Amerika Serikat dan banjir bulan Juni di jantung Eropa mencuatkan angka pembayaran klaim asuransi sepanjang tahun ini. Menurut Swiss Re, sebuah perusahaan reasuransi, yang melindungi perusahaan-perusahaan asuransi di dunia, nilainya melebihi Rp 1.000 triliun.

"Dari total perkiraan nilai kerugian ekonomi selama paruh pertama 2021, USD 74 miliar di antaranya diakibatkan bencana alam, sementara bencana yang disebabkan manusia berkisar USD 3 miliar,” tulis perusahaan Swiss itu dalam keterangan persnya, Kamis (12/8).

Swiss Re menulis gelombang panas ekstrem selama bulan Juni di utara Amerika Serikat bertanggungjawab terhadap bencana kebakaran yang melanda selatan Kalifornia. 

"Dampak perubahan iklim termanifestasi dalam suhu yang lebih panas, kenaikan permukaan air laut dan pola hujan yang lebih liar, serta kondisi cuaca ekstrem lainnya,” kata Martin Bertogg, Direktur Kebencanaan Swiss Re.

"Ditambah dengan pertumbuhan urban yang pesat dan akumulasi kekayaan yang timpang di kawasan rawan bencana, faktor tambahan seperti badai musim dingin, angin kencang, banjir atau kebakaran hutan menambah kerugian yang tercipta.”

Dengan USD 77 miliar, nilai total kerugian ekonomi tahun ini lebih rendah ketimbang paruh pertama tahun lalu, ketika kerugian mencapai USD 114 miliar, dan nilai rata-rata selama 10 tahun terakhir yang sebesar USD 108 miliar.

Kebakaran hutan di Mugla, Turki
Kebakaran hutan di Turki (gambar), Yunani dan Italia belum termasuk dalam catatan nilai kerugian akibat bencana alam selama 2021.Foto: Umit Bektas/REUTERS

Tagihan di paruh kedua 2021

Meski begitu, nilai kerugian yang ditanggung perusahaan asuransi tercatat lebih tinggi. Swiss Re memperkirakan angkanya mencapai USD 40 miliar atau Rp 575 triliun, tertinggi kedua dalam sejarah.

Kerugian paling besar dialami perusahaan asuransi pada tahun 2011, ketika gempa bumi di Jepang dan Selandia Baru mencuatkan klaim yang harus dibayar menjadi USD 104 miliar.

Badai Uri yang menyelimuti negara bagian Texas dengan salju tebal dan udara yang membeku, menyebabkan kerugian senilai USD 15 miliar bagi perusahaan asuransi. Adapun klaim ganti rugi dari banjir di Eropa bulan Juni silam mencapai USD 4,5 miliar.

Adapun bencana yang dipicu manusia, menciptakan kerugian senilai USD 2 miliar atau Rp 28 triliun pada paruh pertama 2021. Angka ini juga tergolong lebih rendah, antara lain akibat pandemi corona dan pembatasan sosial yang berlaku, tulis Swiss Re.

Nilai tersebut belum mencakup total kerugian yang terjadi selama bulan Juli, di mana banjir hebat menyisakan kerusakan hebat di Eropa dan Cina. Belum lagi kebakaran hutan di Turki, Yunani dan Italia akibat gelombang panas yang diprediksi akan menimbulkan kerugian yang lebih besar.

"Pengalaman sejauh ini di 2021 menggarisbawahi ancaman yang meningkat dan menempatkan semakin banyak penduduk Bumi dalam risiko terdampak cuaca ekstrem,” kata Bertogg. Menurutnya Badai Uri menyebabkan nilai kerugian serupa dengan bencana lain seperti topan atau siklon.

"Industri asuransi harus meningkatkan kemampuan untuk menghitung risiko dari ancaman-ancaman yang kurang diperhatikan ini untuk memperkuat daya tahan keuangan masing-masing,” imbuhnya.

rzn/vlz (Reuters, AFP)