1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan DK PBB Hanya untuk Sesaat

17 Oktober 2006

Resolusi Korea Utara akhirnya lolos. Masihkah DK PBB berkuasa?

https://p.dw.com/p/CJZz
Demonstrasi menentang pemimpin Korea Utara Kim Jong Il
Demonstrasi menentang pemimpin Korea Utara Kim Jong IlFoto: AP

Mungkin tuntutannya terlampau berat. Mungkin juga, ketidaksanggupan yang meracuni suasana di Dewan Keamanan. Memang, sudah lebih dari sekali dewan mengesahkan resolusi. Memang, sudah berapa kali diberlakukan sanksi. Tapi, walapun hanya untuk beberapa detik saja, jarang sekali dicapai kesepakatan bulat antara ke-15 anggota dewan. Setelah beberapa menit kesepakatan ini lenyap, bagaikan partikel-partikel radioaktif yang berterbangan di semenanjung Korea Utara. Bahkan setengah jam setelahnya, segala tanda-tanda kesepakatan pun lenyap.

Karena saat itu juga, Amerika Serikat, Cina dan Rusia kembali bersaing memperdebatkan bagamaina cara mempertahankan perdamaian dunia menghadapi senketa atom Iran. Padahal, kertas kopian pengesahan Resolusi Korea Utara belum saja kering. Bahwa naskah tersebut tidak menjadi bukti keberhasilan atau kekuatan masyarakat internasional, sebenarnya terdengar jelas dalam pidato Wang Guangya yakni Duta Cina untuk PBB, dan bukan dalam penolakan halus Kim Jong Il di New York.

Dalam pidato Guangya, Beijing menekankan, bahwa segala bentuk sanksi disetujui. Akan tetapi, ia juga menyebutkan, tidak akan ikut dalam pengawasan kapal barang yang keluar masuk Korea Utara. Dengan kata lain: langit terbuka, dengan begitu perbatasan pun terbuka untuk Pyongyang.

Sanksi PBB yang tercipta secara tergesa-gesa akibat desakan Amerika Serikat, dampaknya sudah terlihat, sebelum Kofi Annan sempat memperingatkan akan konsekuensinya. Tekanan menimbulkan tekanan balik. Terutama di Dewan Keamanan yang suasananya bagaikan dalam kuali panas. Karena sikap kasarnya saat memperdebatkan Libanon membuat John Bolton, Duta Amerika Serikat di PBB, berbenturan dengan utusan dari Cina. Kini, Rusia merasa dikhianati dan dilangkahi oleh John Bolton. Kedua negara raksasa ini dendam pada Amerika Serikat, dan tidak bersedia menerima diplomasi pamer serta sikap imperialis pemerintahan Bush. Demikian pernyataan seorang diplomat.

Yang seharusnya lebih mengejutkan Kim Jong Il adalah kesepakatan bulat yang berhasil dicapai kelima pemegang veto di Dewan Keamanan. Walaupun hanya untuk sesaat, mereka bersepakat untuk memberlakukan sanksi dan mengisolasi Korea Utara, negara yang ingin menjadi penguasa atom. Akan tetapi, Kim Jong Il tidak perlu kuatir. Sebab, keefisienan pemberlakukan sanksi atau resolusi terhadap seorang diktator yang mencintai bom, sudah perlu dipertanyakan. Sarana PBB, kekuasaan dan legitimasi Dewan Keamanan tidak cukup untuk menekan Pyongyang. Apalagi pertikaian antara anggota tetap telah merusak citra dan kompetensi dewan.