1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Kesepakatan Senjata dengan Rusia Untungkan Ekonomi Korut

5 Februari 2024

Di tengah sanksi internasional, perekonomian Korea Utara diuntungkan dari kesepakatan bisnis senjata dengan Rusia. Kesepakatan termasuk transfer peluru dan rudal balistik ini tingkatkan stabilitas keuangan Pyongyang.

https://p.dw.com/p/4bx7b
Kunjungan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un ke pabrik senjata
Korea Utara sedikitnya telah melakukan 10 transfer senjata ke Rusia sejak Agustus 2023, kata pejabat intelijen SeoulFoto: Yonhap/AP Photo/picture alliance

Sebagai negara paling terisolasi di dunia, Korea Utara (Korut) tahun ini diperkirakan akan kembali mengalami pertumbuhan ekonomi, untuk kali pertama sejak sebelum pandemi. Pengiriman senjata untuk mempertahankan kelangsungan invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan pemasukan ke kas negara komunis itu.

Sejak Agustus 2023, Korea Utara diperkirakan melakukan 10 kali transfer amunisi yang voumenya sekitar satu juta peluru ke Rusia, menurut Badan Intelijen Nasional Korea Selatan. Laporan lain menunjukkan, Pyongyang juga mengirimkan rudal balistik ke militer Rusia, mengutip citra satelit Amerika Serikat.

Baik Pyongyang maupun Moskow membantah adanya transfer senjata tersebut.

Kesepakatan rahasia antara Presiden Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan akan semakin meningkatkan perekonomian Korea Utara yang menurut bank sentral Korea Selatan hanya bernilai €22,6 miliar (sekitar Rp385 triliun) pada 2022.

Kesepakatan dengan Rusia untungkan ekonomi Korut

Kebijakan lockdown akibat COVID-19 telah menghancurkan ekonomi Korut yang sebelumnya sudah sangat lesu, dan mengalami kontraksi sebesar 4,5% pada tahun 2020. Keadaan ini memperparah dampak sanksi sebelumnya yang dijatuhkan tahun 2016 terkait program nuklir Pyongyang dan telah merugikan ekspor utama batu bara mereka ke Cina. Kedua krisis tersebut memperburuk situasi yang sudah sulit di negara yang 60% penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan itu. 

"Perekonomian telah mengalami penurunan terus menerus selama lima tahun terakhir. Jadi kesepakatan senjata dengan Rusia akan membantu kembalinya pertumbuhan positif sekitar 1% pada 2024,” Anwita Basu, Head of Europe, Country Risk di Fitch Solutions, mengatakan kepada DW.

Basu mengyebutkan angka tersebut hanyalah perkiraan, karena Pyongyang tidak pernah melaporkan data ekonomi mereka. Sebagian besar data statistik diperoleh dari Bank Sentral Korea Selatan dan mitra dagang Korea Utara.

Tahun 2023 lalu, perdagangan Korea Utara dengan Cina, yang sejauh ini merupakan mitra terbesarnya – pulih ke tingkat sebelum pandemi sebesar $2,3 miliar, menurut Beijing. Perekonomian Korea Utara menurun drastis antara tahun 2016 dan 2018 setelah sanksi diberlakukan.

Menggambarkan transfer amunisi sebagai "kesepakatan besar” bagi Pyongyang, Basu mengatakan hal itu jelas adalah "tindakan putus asa” di pihak Rusia, yang semakin terisolasi secara global karena keputusan Moskoew untuk menyerang Ukraina.

Sektor pertahanan menggerakkan mesin pertumbuhan

Industri pertahanan adalah salah satu sektor yang menyediakan lapangan kerja terbesar di Korea Utara. Diperkirakan ada dua juta pekerja dari total populasi 26 juta jiwa di sektor ini. Industri pertahanan bersama dengan sektor pertanian, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian negara komunis itu.

Awalnya berproduksi untuk kebutuhan militernya sendiri, Korea Utara telah menemukan beberapa pelanggan utama senjata dan amunisinya di luar negeri, utamanya di negara-negara bekas Uni Soviet atau negara-negara di Afrika sub-Sahara. Sebagian besar suku cadang diimpor dari negara-negara lain yang terkena sanksi berat, termasuk Cina dan Iran.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Korea Utara sudah lama menginginkan dua hal: yang pertama adalah legitimasi sebagai sebuah bangsa, yang tidak mereka miliki karena Perang Korea (1950-1953) belum berakhir. Yang kedua adalah sektor pertahanan dan militer yang berkelanjutan, untuk bisa mempertahankan kedaulatannya,” kata Basu, seraya menambahkan bahwa kesepakatan dengan Rusia membantu memperkuat keduanya.

Meskipun demikian, Basu merasa skeptis rakyat Korea Utara akan mendapat manfaat dari kesepakatan senjata ini. Negara ini, selama bertahun-tahun, sangat bergantung kepada bantuan asing untuk memberi makan penduduknya. Banyak orang menderita kekurangan gizi dan masalah kesehatan lainnya.

"Kemungkinan besar mereka (warga negara biasa) tidak akan mendapat banyak manfaat karena Korea Utara masih merupakan negara otokratis dengan banyak korupsi,” kata Head of Europe, Country Risk di Fitch Solutions itu. "Pada saat yang sama, pendapatan tambahan di sektor pertahanan akan meningkatkan kemampuan pendanaan eksternal Korea Utara – sehingga akses terhadap impor pangan dan teknologi bisa menjadi lebih mudah.”

Korea Utara diperkirakan mendapat keuntungan setidaknya $1 miliar dari penjualan peluru artileri ke Rusia, Bloomberg News melaporkan minggu ini. Rudal balistik yang dipesan oleh Moskow biasanya bernilai beberapa juta dolar. 

Aliansi Rusia-Korut lebih erat?

Ekonom Fitch Solutions itu juga mencatat bagaimana Korea Utara, bersama dengan Rusia, terkenal dengan kemampuan serangan sibernya yang canggih, dan negara tersebut melatih ribuan peretas.

"Ini bisa menjadi bidang lain bagi kedua belah pihak untuk bekerja sama di masa depan,” kata Basu.

Sebagai tanda bahwa kedua negara berupaya untuk lebih meningkatkan hubungan, Putin menyatakan kesediaannya untuk mengunjungi (Korea Utara) dalam waktu dekat, demikian kantor berita negara Korea Utara KCNA melaporkan pekan lalu. Ini akan menjadi kunjungan pertamanya ke Pyongyang setelah lebih dari dua dekade. (ae/as)

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.